Thursday, 13 March 2014

Pengetahuan dan Keyakinan



1.   Hubungan antara Pengetahuan dan Keyakinan
Pengetahuan tidak sama dengan keyakinan karena keyakinan bisa saja keliru, tetapi sah saja dianut sebagai keyakinan. Salah satu syarat untuk mengatakan bahwa seseorang mengetahui sesuatu adalah bahwa apa yang diklaimnya sebagai yang diketahui dalam kenyataannya memang demikian adanya. Dengan kata lain, pengetahuan selalu mengandung kebenaran. Apa yang diketahui harus benar, yaitu harus ditunjang oleh bukti-bukti berupa acuan pada fakta, saksi, memori, catatan historis, dsb. Selain itu ada pula istilah proposisi atau hipotesis yang merupakan pernyataan yang mengungkapkan apa yang diketahui dan atau diyakini sebagai benar yang perlu dibuktikan lebih lanjut.
Pengetahuan selalu berarti pengetahuan tentang kebenaran. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan bukan sekedar sikap mental karena setiap pernyataan atau proposisi yang merupakan pengetahuan harus selalu mendukung kebenaran dank arena itu selalu punya acuan pada realitas. Tetapi disini timbul dua pendapat yang berbeda. Pertama, supaya ada pengetahuan, subjek yang bersangkutan harus sadar bahwa dia tahu. Jika dia tahu tentang sesuatu, ia harus tahu bahwa ia tahu tentang hal itu. Kedua, meneguhkan pendapat pertama bahwa pengetahuan baru benar-benar merupakan pengetahuan ketika subjek tersebut sadar (kembali) akan apa yang mungkin pernah diketahuinya.

2.  Macam-macam pengetahuan menurut polanya
Dibedakan antara tiga macam pengetahuan, yaitu pengetahuan/ tahu bahwa, pengetahuan/tahu bagaimana, dan pengetahuan/tahu tentang.
a.  Tahu bahwa, adalah pengetahuan tentang informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu memang demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang benar. Singkatnya tahu bahwa p, dan bahwa p adalah benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis, pengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam.
b.  Tahu bagaimana, adalah menyangkut bagaimana melakukan sesuatu. Ini yang dikenal sebagai know-how. Pengetahuan jenis ini berkaitan dengan praktek, maka disebut juga pengetahuan praktis. Ini berarti bahwa pengetahuan jenis ini hanya bersifat praktis, tetapi tetap memiliki landasan atau asumsi teoritis tertentu. Hanya saja asumsi dan konsep teoritis itu telah diaplikasikan menjadi pengetahuan praktis.
c.   Tahu akan/mengenai, adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi. Ciri pengetahuan model ini adalah pertama, karena pengetahuan ini didasarkan pada pengenalan pribadi yang langsung dengan objek, pengetahuan ini mempunyai tingkat objektifitas yang cukup tinggi. Kedua, bahwa subjek mampu membuat penilaian tertentu atas objeknya karena pengenalan dan pengalaman pribadi yang bersifat langsung dengan objek. Ketiga, biasanya pengetahuan ini bersifat singular, yaitu hanya berkaitan dengan barang atau objek khusus. Artinya, pengetahuan ini terutama terbatas pada objek yang dikenal secara langsung dan personal dan bukan menyangkut objek serupa lainnya.
d.  Tahu mengapa, adalah pengetahuan yang jauh lebih mendalam dan serius daripada “tahu bahwa” karena “tahu mengapa” berkaitan dengan penjelasan. Penjelasan ini tidak hanya berhenti pada informasi yang ada sebagaimana pada “tahu bahwa” melainkan menerobos masuk ke balik data atau informasi yang ada. Jadi, “tahu mengapa” jauh lebih kritis. Menurut plato dan aristoteles, dalam berhadapan dengan benda-benda di alam semesta ini, manusia pada dasarnya digerakkan oleh tiga perasaan: perasaan terkejut, perasaan ingin tahu, dan perasaan kagum.

3.  Hubungan diantara empat macam pengetahuan
a.  Antara “tahu bahwa” dan “tahu bagaimana”
Hubungan yang sangat erat yaitu bahwa “pengetahuan bagaimana” selalu mengandaikan “pengetahuan bahwa”. Pengetahuan bahwa bisa hanya berhenti pada sekedar tahu. Jadi pengetahuan hanya demi pengetahuan. Sedangkan pengetahuan bahwa justru talah melangkah lebih jauh untuk menerapkan pengetahuan bahwa tadi sehingga berguna bagi manusia. Maka, pengetahuan pada tingkat kedua ini sudah tidak lagi sekedar tahu demi tahu, melainkan tahu untuk digunakan dan dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. 
b.  Antara “tahu bahwa” dan “tahu akan”
Tuntutan akan pentingnya “tahu akan” atau pengetahuan melalui pengenalan bagi “pengetahuan bahwa” sangat penting khususnya bagi ilmu-ilmu sosial. Maka dalam kaitan dengan ilmu-ilmu sosial sering sekali ditekankan agar peneliti atau ilmuwan yang bersangkutan perlu melakukan penelitian dengan melibatkan dirinya secara langsung pada objek penelitiannya. Jadi, observasi langsung, bahkan hidup, mengenal, menghayati, dan merasakan kehidupan dari orang-orang yang menjadi objek penelitiannya sangat diperlukan untuk menjamin obyektivitas pengetahuannya tentang orang-orang yang ditelitinya.
c.   Antara “tahu bagaimana” dan “tahu akan”
Dengan mengetahui sesuatu secara pribadi, seseorang pada akhirnya semakin tahu bagaimana bertindak secara tepat. Contohnya : karena pemiliki computer tahu secara pribadi tentang sebuah computer, ia tahu dengan baik sekali bagaimana menggunakannya.
d.  Antara “tahu mengapa” dan ketiga jenis pengetahuan lainnya
Pertama, kita tidak hanya berhenti pada “tahu bagaimana”, melainkan kita perlu melangkah lebih jauh untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Agar supaya pengetahuan kita bahwa sesuatu itu terjadi sebagaimana adanya benar-benar akurat, kita membutuhkan “pengetahuan mengapa”.
Kedua, untuk bisa tahu bagaimana melakukan sesuatu, dalam banyak kasus kita perlu mengetahui mengapa sesuatu terjasi. “Tahu bagaimana” sesungguhnya merupakan aplikasi dan konsekuaensi dari pengetahuan kita mengenai mengapa sesuatu terjadi, yaitu mengenai sebab dan akibat.
Ketiga, dalam kasus tertentu, untuk bisa mempunyai “pengetahuan mengapa” sesuatu terjadi, kita perlu mempunyai pengenalan pribadi, kita perlu “tahu akan”, yaitu tahu secara mendalam tentang hal itu.


4.  Skeptisisme
Apakah pengetahuan itu mungkin dicapai? Apakah kita benar-benar tahu? Bagaimana kita merasa yakin bahwa kita tahu? Pertanyaan-pertanyaan ini telah dikemukakan oleh orang-orang yang bersikap skeptic terhadap adanya pengetahuan. Inilah yang selanjutnya dikenal dengan skeptisisme. Sikap dasar skeptisisme adalah bahwa kita tidak pernah tahu tentang apapun.
Gorgias, mengatakan bahwa (a) tidak ada yang benar-benar ada (b) kalaupun ada sesuatu yang ada didunia ini, kita tidak bisa mengetahui, (c) kalaupun kita bisa mengetahuinya kita tidak bisa mengkomunikasikan apa yang kita ketahui itu kepada orang lain.

Pertama-tama, perlu dikatakan bahwa skeptisisme telah menyumbang sesuatu yang sangat berharga bagi ilmu pengetahuan, yaitu sikap meragukan secara positif setiap klaim dan bukti yang kita peroleh. Kedua, kenyataan menunjukkan bahwa selalu ada konsep yang berpasangan hitam dan putih, benar dan salah, kecil dan besar, berat dan ringan, tahu dan tidak tahu. Karena skeptisisme menerima bahwa manusia selalu tidak tahu, yaitu bahwa pengetahuan manusia adalah hal yang mustahil dicapai, itu sudah dengan sendirinya menunjukkan bahwa yang sebaliknya pun haris diterima sebagai mungkin. Ketiga, skeptisisme yang radikal akan melahirkan berbagai kontradikisi. Kaum skeptic mengatakan bahwa “semua keyakinan kita perlu diragukan” haruslah benar. Padahal dengan pernyataan tersebut berarti pernyataan kaum skeptic bahwa “semua keyakinan kita perlu diragukan” juga harus diragukan. Jadi pernyataan kaum skeptic bahwa “semua keyakinan kita perlu diragukan” juga tidak benar, dank arena itu jangan dianggap serius. 

1 comment: