1.
Hubungan antara Pengetahuan dan Keyakinan
Pengetahuan
tidak sama dengan keyakinan karena keyakinan bisa saja keliru, tetapi sah saja
dianut sebagai keyakinan. Salah satu syarat untuk mengatakan bahwa seseorang
mengetahui sesuatu adalah bahwa apa yang diklaimnya sebagai yang diketahui
dalam kenyataannya memang demikian adanya. Dengan kata lain, pengetahuan selalu
mengandung kebenaran. Apa yang diketahui harus benar, yaitu harus ditunjang
oleh bukti-bukti berupa acuan pada fakta, saksi, memori, catatan historis, dsb.
Selain itu ada pula istilah proposisi atau hipotesis yang merupakan pernyataan
yang mengungkapkan apa yang diketahui dan atau diyakini sebagai benar yang
perlu dibuktikan lebih lanjut.
Pengetahuan
selalu berarti pengetahuan tentang kebenaran. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan
bukan sekedar sikap mental karena setiap pernyataan atau proposisi yang
merupakan pengetahuan harus selalu mendukung kebenaran dank arena itu selalu
punya acuan pada realitas. Tetapi disini timbul dua pendapat yang berbeda.
Pertama, supaya ada pengetahuan, subjek yang bersangkutan harus sadar bahwa dia
tahu. Jika dia tahu tentang sesuatu, ia harus tahu bahwa ia tahu tentang hal
itu. Kedua, meneguhkan pendapat pertama bahwa pengetahuan baru benar-benar
merupakan pengetahuan ketika subjek tersebut sadar (kembali) akan apa yang
mungkin pernah diketahuinya.
2.
Macam-macam pengetahuan menurut polanya
Dibedakan
antara tiga macam pengetahuan, yaitu pengetahuan/ tahu bahwa, pengetahuan/tahu
bagaimana, dan pengetahuan/tahu tentang.
a.
Tahu bahwa, adalah pengetahuan tentang
informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu memang
demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang benar. Singkatnya tahu bahwa
p, dan bahwa p adalah benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan
teoritis, pengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu
mendalam.
b.
Tahu bagaimana, adalah menyangkut bagaimana
melakukan sesuatu. Ini yang dikenal sebagai know-how.
Pengetahuan jenis ini berkaitan dengan praktek, maka disebut juga pengetahuan
praktis. Ini berarti bahwa pengetahuan jenis ini hanya bersifat praktis, tetapi
tetap memiliki landasan atau asumsi teoritis tertentu. Hanya saja asumsi dan
konsep teoritis itu telah diaplikasikan menjadi pengetahuan praktis.
c.
Tahu akan/mengenai, adalah sesuatu yang
sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui
pengalaman atau pengenalan pribadi. Ciri pengetahuan model ini adalah pertama,
karena pengetahuan ini didasarkan pada pengenalan pribadi yang langsung dengan
objek, pengetahuan ini mempunyai tingkat objektifitas yang cukup tinggi. Kedua,
bahwa subjek mampu membuat penilaian tertentu atas objeknya karena pengenalan
dan pengalaman pribadi yang bersifat langsung dengan objek. Ketiga, biasanya
pengetahuan ini bersifat singular, yaitu hanya berkaitan dengan barang atau
objek khusus. Artinya, pengetahuan ini terutama terbatas pada objek yang
dikenal secara langsung dan personal dan bukan menyangkut objek serupa lainnya.
d.
Tahu mengapa, adalah pengetahuan yang jauh
lebih mendalam dan serius daripada “tahu bahwa” karena “tahu mengapa” berkaitan
dengan penjelasan. Penjelasan ini tidak hanya berhenti pada informasi yang ada
sebagaimana pada “tahu bahwa” melainkan menerobos masuk ke balik data atau
informasi yang ada. Jadi, “tahu mengapa” jauh lebih kritis. Menurut plato dan
aristoteles, dalam berhadapan dengan benda-benda di alam semesta ini, manusia
pada dasarnya digerakkan oleh tiga perasaan: perasaan terkejut, perasaan ingin
tahu, dan perasaan kagum.
3.
Hubungan diantara empat macam pengetahuan
a.
Antara “tahu bahwa” dan “tahu bagaimana”
Hubungan
yang sangat erat yaitu bahwa “pengetahuan bagaimana” selalu mengandaikan
“pengetahuan bahwa”. Pengetahuan bahwa bisa hanya berhenti pada sekedar tahu.
Jadi pengetahuan hanya demi pengetahuan. Sedangkan pengetahuan bahwa justru
talah melangkah lebih jauh untuk menerapkan pengetahuan bahwa tadi sehingga
berguna bagi manusia. Maka, pengetahuan pada tingkat kedua ini sudah tidak lagi
sekedar tahu demi tahu, melainkan tahu untuk digunakan dan dimanfaatkan bagi
kehidupan manusia.
b.
Antara “tahu bahwa” dan “tahu akan”
Tuntutan
akan pentingnya “tahu akan” atau pengetahuan melalui pengenalan bagi
“pengetahuan bahwa” sangat penting khususnya bagi ilmu-ilmu sosial. Maka dalam
kaitan dengan ilmu-ilmu sosial sering sekali ditekankan agar peneliti atau
ilmuwan yang bersangkutan perlu melakukan penelitian dengan melibatkan dirinya
secara langsung pada objek penelitiannya. Jadi, observasi langsung, bahkan
hidup, mengenal, menghayati, dan merasakan kehidupan dari orang-orang yang
menjadi objek penelitiannya sangat diperlukan untuk menjamin obyektivitas
pengetahuannya tentang orang-orang yang ditelitinya.
c.
Antara “tahu bagaimana” dan “tahu akan”
Dengan
mengetahui sesuatu secara pribadi, seseorang pada akhirnya semakin tahu
bagaimana bertindak secara tepat. Contohnya : karena pemiliki computer tahu
secara pribadi tentang sebuah computer, ia tahu dengan baik sekali bagaimana
menggunakannya.
d.
Antara “tahu mengapa” dan ketiga jenis
pengetahuan lainnya
Pertama,
kita tidak hanya berhenti pada “tahu bagaimana”, melainkan kita perlu melangkah
lebih jauh untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Agar
supaya pengetahuan kita bahwa sesuatu itu terjadi sebagaimana adanya
benar-benar akurat, kita membutuhkan “pengetahuan mengapa”.
Kedua,
untuk bisa tahu bagaimana melakukan sesuatu, dalam banyak kasus kita perlu
mengetahui mengapa sesuatu terjasi. “Tahu bagaimana” sesungguhnya merupakan
aplikasi dan konsekuaensi dari pengetahuan kita mengenai mengapa sesuatu
terjadi, yaitu mengenai sebab dan akibat.
Ketiga,
dalam kasus tertentu, untuk bisa mempunyai “pengetahuan mengapa” sesuatu
terjadi, kita perlu mempunyai pengenalan pribadi, kita perlu “tahu akan”, yaitu
tahu secara mendalam tentang hal itu.
4.
Skeptisisme
Apakah
pengetahuan itu mungkin dicapai? Apakah kita benar-benar tahu? Bagaimana kita
merasa yakin bahwa kita tahu? Pertanyaan-pertanyaan ini telah dikemukakan oleh
orang-orang yang bersikap skeptic terhadap adanya pengetahuan. Inilah yang
selanjutnya dikenal dengan skeptisisme. Sikap dasar skeptisisme adalah bahwa
kita tidak pernah tahu tentang apapun.
Gorgias,
mengatakan bahwa (a) tidak ada yang benar-benar ada (b) kalaupun ada sesuatu
yang ada didunia ini, kita tidak bisa mengetahui, (c) kalaupun kita bisa
mengetahuinya kita tidak bisa mengkomunikasikan apa yang kita ketahui itu
kepada orang lain.
Pertama-tama,
perlu dikatakan bahwa skeptisisme telah menyumbang sesuatu yang sangat berharga
bagi ilmu pengetahuan, yaitu sikap meragukan secara positif setiap klaim dan
bukti yang kita peroleh. Kedua, kenyataan menunjukkan bahwa selalu ada konsep
yang berpasangan hitam dan putih, benar dan salah, kecil dan besar, berat dan
ringan, tahu dan tidak tahu. Karena skeptisisme menerima bahwa manusia selalu
tidak tahu, yaitu bahwa pengetahuan manusia adalah hal yang mustahil dicapai,
itu sudah dengan sendirinya menunjukkan bahwa yang sebaliknya pun haris
diterima sebagai mungkin. Ketiga, skeptisisme yang radikal akan melahirkan
berbagai kontradikisi. Kaum skeptic mengatakan bahwa “semua keyakinan kita
perlu diragukan” haruslah benar. Padahal dengan pernyataan tersebut berarti
pernyataan kaum skeptic bahwa “semua keyakinan kita perlu diragukan” juga harus
diragukan. Jadi pernyataan kaum skeptic bahwa “semua keyakinan kita perlu
diragukan” juga tidak benar, dank arena itu jangan dianggap serius.
kak daftar pustaka gag ada kah....??
ReplyDelete