Menyoroti skeptisisme, inti persoalannya adsalah bagaimana kita
tahu secara pasti tentang sesuatu. Dalam sejarah filsafat, persoalan ini
diwajib secara berbeda oleh dua aliran pemikiran, yaitu rasionalisme dan
empirisme. Rasionalisme lebih dikenal sebagai filsafat continental karena
tokoh-tokohnya terutama berasal dari Eropa Daratan, seperti Rene Descartes, W.G
Leibniz, dan Barukh Spinoza. Kaum rasionalis beranggapan bahwa kita dapat
sampai pada pengetahuan yang pasti hanya dengan mengandalkan akal budi.
Sebaliknya, empirisisme lebih dikenal sebagai filsafat Inggris karena tokoh-tokohnya
berasal dari Inggris, seperti John Locke, David Hume, dan Berkeley. Menurut
kaum empirisme, kita bisa sampai pada pengetahuan yang pasti dengan
mengandalkan pancaindera kita yang member kita informasi tentang objek
tertentu.
1.
Rasionalisme
Inti
dari pandangan rasionalisme adalah bahwa hanya dengan menggunakan prosedur
tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuanyang sebenrnya, yaitu
pengetahuan yang tidak mungkin salah. Sumber dari pengetahuan ini dalah akal
budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar
tentang sesuatu. Konsekuensinya kaum rasionalisme menolak anggapan bahwa kita
bisa menemukan pengetahuan melalui pancaindera kita.
Berikut ini terdapat dua tokoh besar paham
rasionalisme, adalah sebagai berikut.
a.
Plato
Plato
adalah pemikir rasionalis pertama. Menurut plato, saatu-satunya pengetahuan
sejati adalah apa yang disebutkan sebagai episteme, yaitu pengetahuan sejati
dan tak berubah, sesuai dengan ide-ide abadi. Oleh karena itu, apa yang kita
tangkap melalui pancaindra hanya merupakan turan cacat dari ide-ide tertentu
yang abadi. Jadi, pengetahuan bagi plato
adalah hasil ingatan yang melekat pada manusia. Pengetahuan adalah pengenalan
kembali akan hal yang sudah diketahui dalam Ide Abadi. Pengetahuan adalah
kumpulan ingatan terpendam dalam benak manusia.
b.
Rene Descartes
Descartes
adalah filsuf yang meneruskan sikap kaum skeptis. Sasaran utama Descartes
adalah bagaimana kita bisa sampai pada pengetahuan yang pasti benar. Kita perlu
meragukan segala sesuatu sampai kita mempunyai ide yang jelas dan tepat (clara
et distinct). Descartes menghendaki agar kita tetap meragukan untuk sementara
waktu apa saja yang tidak bisa kita lihat dengan terang akal budi sebagaiu yang
pasti benar dan tak diragukan lagi. Ini disebut dengan keraguan metodis, yang
berfungsi sebagai alat untuk emnyingkirkan semua prasangka, tebakan, dan dugaan
yang menipu dan karenanya menghalangi kita untuk sampai pada pengetahuan yang
benar-benar punya dasar yang kuat. Salah satu unsure utama yang menipu dan
menghalangi kita untuk sampai pada pengetahuan sejati sadalah pengalaman
inderawi. Menurut Descartes, yang perlu dilakukan adalah menggunakan alat ilmu
ukur dan matematika sampai pada kebenaran yang pasti, yaitu akal budi, karena
hanya akal budi yang bisa memberi kita kepastian.
c.
Beberapa hal penting
Berikut
ini adalah rumusan penting dari rasionalisme. Pertama, kaum rasionalis lebih
mengandalkan geometri atau ilmu ukur dan matematika, yang memiliki
aksioma-aksioma umum lepas dari pengamatan atau pengalaman pancaindera kita.
Kedua, konsekuensinya, kaum rasionalis meremehkan peran pengalaman dan
pengamatan pancaindera bagi pengetahuan. Bagi mereka, pancaindera bisa menipu,
oleh karena itu pancaindera tak bisa diandalkan untuk memberi kita pengetahuan
yang bisa diandalkan.
Atas
dasar ini pula, bagi kaum rasionalis, semua pengetahuan adalah pengetahuan
apriori yang terutama mengandalkan silogisme. Yang ditekankan adalah kemampuan
akal budi manusia untuk menarik kesimpulan dari prinsip umum tertentu yang
sudah ada dalam benaknya. Oleh karena itu, logika silogisme menjadi penting.
Jadi bagi kaum rasionalis, kalau saya tahu bahwa p melalui penalaran, p pasti
benar secara apriori tanpa perlu dibuktikan berdasarkan fakta dari pengalaman.
2.
Empirisme
Empirisme
adalah paham filosofis yang mengatakan bahwa sumber satu-satunya bagi
pengetahuan manusia adalah pengalaman, yang paling pokok untuk bisa sampai pada
pengetahuan yang benar menurut kaum empiris adalah data dan fakta yang
ditangkap oleh pancaindra kita. Sehingga, satu-satunya pengetahuan yang benar
adalah yang diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan pancaindra. Maka sumber
pengetahuan adalah pengalaman dan pengamatan pancaindra tersebut yang memberi
data dan fakta bagi pengetahuan kita. Atas dasar ini, bagi kaum empiris, semua
pengetahuan manusia bersifat empiris. Pengetahuan yang benar dan sejati, yaitu
pengetahuan yang pasti enar adalah oengetahuan inderawi, pengetahuan empiris.
Pancaindera
memainkan peranan terpenting dibandingkan dengan akal budi karena: Pertama,
semua proposisi yang kita ucapkan merupakan hasil laporan dari pengalaman atau
yang disimpulkan dari pengalaman. Kedua, kita tidak bisa punya konsep atau ide
apapun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa yang diperoleh dari
pengalaman. Ketika akal budi hanya bisa berfungsi kalau punya acuan ke realitas
atau pengalaman.
a.
John Locke
Locke
menolak pendapat kaum rasionalis bahwa manusia telah dilahirkan dengan ide-ide
bawaan, dengan prinsip pertama yang bersifat mutlak dan umum. Baginya manusia
dilahirkan ke dunia ini seperti sebuah kertas putih yang kosong, tanpa idea tau
konsep apapun. Locke membedakan anatara dua macam ide, yaitu ide-ide sederhana
dan ide-ide kompleks. Ide-ide sederhana adalah ide yang kita tangkap pertama
melalui penciuman, penglihatan, rabaan, dan semacamnya. Tetapi akal budi kita
tidak hanya menerima secara pasif ide-ide itu dari luar. Ia kemudian mengolah
lebih lanjut ide-ide itu dengan memikirkan, meragukan, mempertanyakan,
menggolongkan, dan mengolah apa yang diberikan pancaindera, dst dan demikian
lahirlah refleksi. Selain itu Locke, juga membedakan anatara sifat atau
kualitas primer dari objek dan sifat kualitas sekunder dari objek di sekitar
kita. Kualitas primer mencakup berat, gerak, luas, dan jumlah. Sedangkan
kualitas sekunder mencakup rasa, warna, panas-dingin, dan semacamnya. Dengan
kata lain, pengetahuan tentang kualitas primer adalah pengetahuan objektif yang
menyangkut objek itu apa adanya, sedangkan pengetahuan tentang kualitas
sekunder sangat ditentukan oleh sudut pandang, pancaindera, dan subjektivitas
si subjek.
b.
David Hume
Menurut
Hume, pemahaman manusia dipengaruhi oleh sejumlah kepastian dasar tertentu-
mengenai dunia eksternal, emngenai masa depan, mengenai sebab bahwa kepastian
ini merupakan bagian dari naluri alamiah manusia, yang tidak dihasilkan ataupun
bisa dicegah oleh akal budi atau proses pemikiran manusia. Hume membedakan dua
proses mental dalam diri manusia. Pertama, adalah kesan (impresi), yang
merupakan semua macam pencerapan pancaindera yang lebih hidup dan langsung
sifatnya. Kedua, adalah pemikiran atau ide yang kurang hidup dan kurang
langsung sifatnya. Dari impresi muncul ide-ide sederhana yang berkaitan dengan
objek yang kita tangkap secara langsung dengan pancaindra. Selanjutnya dari ide
sederhana itu, akal budi manusia mampu melahirkan ide-ide majemuk tentang
hal-hal yang tidak kita tangkap melalui pancaindra kita. Lalu Hume membuat
keterkaitan anatar ide ini satu sama lain, keterkaitan itu dicapai dengan menggunakan
prinsip yang disebut Hume sebagai hokum asosiasi yang terdiri dari tiga unsure.
Pertama, prinsip kemiripan yang berarti ide tentang suatu objek cenderung
melahirkan dalam akal budi kita onjek lainnya yang seupa atau mirip. Kedua,
prinsip kontinuitas dalam tempat dan waktu, yaitu kecenderungan akal budi untuk
mengingat hal lain yang punya kaitan dengan hal atau peristiwa lainnya. Ketiga,
prinsip sebab dan akibat. Ide yang satu memunculkan ide yang lain tentang sebab
atau akibat dari hal atau peristiwa tersebut.
Menurut
Hume, pengetahuan ini dicapai bukan melalui penalaran apriori, melainkan
berdasarkan pengalaman ketika kita menemukan bahwa onjek khusus tertentu selalu
berkaitan dengan objek lainnya. Pengalamanlah yang mengajarkan kepada kita bagaimana
satu peristiwa selalu diikuti oleh peristiwa lain. Jadi hukum sebab akibat,
hukum yang menyangkut operasi segala peristiwa di alam semesta ini hanya bisa
diketahui berdasarkan pengalaman karena satu peristiwa menyusul peritiwa lain
belum dengan sendirinya berarti yang satu disebabkan oleh yang lainnya.
c.
Beberapa hal penting
Berikut
ini beberapa hal penting untuk paham empirisme, yaitu Pertama, kaum epmirisis
mengakui bahwa persepsi atau proses penginderaan sampai tingkat tertentu tidak
dapat diragukan (indubitable). Bagi
Hume dan kaum empiris lainnya, persepsi tidak bisa diragukan, yang keliru
adalah daya nalar manusia dalam menagkap dan memutuskan apa yang ditangkap oleh
pancaindera. Kedua, terlihat jelas bahwa empirisme hanyalah sebuah tesis tentang
pengetahuan empiris, yaitu pengetahuan tentang dunia yang berkaitan dnegan
pengalaman manusia. Ketiga, karena lebih menekankan pengalaman sebagai sumber
pengetahuan manusia, kaum empiris jadinya lebih menekankan metode pengetahuan
induktif, yaitu cara kerja ilmu-ilmu empiris yang mendasarkan diri pada
pengamatan, pada eksperimen untuk bisa sampai pada pengetahuan yang umum tak
terbantahkan. Oleh karena itu, pengetahuan yang ditekankan kaum empiris adalah
pengetahuan aposteriori. Sumbangan besarnya adalah memacu percobaan yang
didasarkan pada observasi dan penelitian empiris. Keempat, kepastian mengenai
pengetahuan empiris harus dicek berdasarkan pengamatan, data, pengalaman, dan
bukan berdasarkan akal budi.
3.
Sebuah Sintesis
a.
Beberapa unsur sintesis
Kedua
paham diatas tersebut terlalu ekstrim, artinya di satu pihak sama-sama benar
tetapi dipihak lain sama-sama keliru. Benar adalah dengan pengertian, bahwa
kaum rasionalis benar ketika mengatakan bahwa pengetahuan manusia bersumber
dari akal budi manusia. Ebaliknya kaum empirisme juga benar bahwa pengetahuan
manusa bersumber dari pengalaman manusia. Keduanya keliru karena terlalu
ekstrem menganggap pengetahuan hanya bersumber dari salah satu saja, atau akal
budi atau pengalaman indrawi manusia. Sintesis dari kedua paham yang berbeda
ini, sesungguhnya sampai pada tingkat tertentu telah kita temukan pada
Aristoteles. Dengan tegas aristoteles, mengungkapkan sebuah prinsip yang
dianggap sebagai dasar paham empirisisme bahwa “Tidak ada sesuatu pun dalam
akal budi yang tidak ada terlebih dahulu dalam indra”.
b.
Immanuel Kant
Immanuel
kant adalah filsuf yang paling berjasa mendamaikan kedua aliran pemikiran ini.
Sukses terbesarnya adalah bahwa ia mendamaikan empirisisme dan rasionalisme.
Kant mengatakan bahwa kendati pengetahuan berasal dari pengalaman pancaindra,
dalam diri manusia sesungguhnya sudah ada kategori-kategori, bentuk, fan forma
sebagaimana dikatakan Plato, yang memungkinkan kita menangkap benda-benda ini
sebagaimna adanya. Kant menyebut ruang dan waktu sebagai bentuk-bentuk intuisi
kita. Seelain kategori itu, Kant juga berpendapat bahwa dalam benak kita sudah
ada kategori hukum sebab akibat, yangmana adalah suatu bentuk yang sudah ada
dalam benak manusia sejak lahir, bersifat abadi dan mutlak karena akal budi
manusia menangkpa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sebagai terjadi
dalam hubungan sebab dan akibat.
Menurut
Kant, ada dua unsur yang ikut melahirkan pengetahuan manusia. Pertama, adalah
kondisi eksternal manusia yang menyangkut benda-benda yang tidak bisa kita
ketahui sebelum kita menangkapnya dengan pancaindra kita. Ini yang disebut
sebagai objek material dari pengetahuan. Kedua, adalah kondisi internal yang
ada dalam diri manusia itu sendiri. Ini menyangkut kategori ruang dan waktu
serta hukum sebab akibat. Ini yang disebut sebagai objek formal pengetahuan.
Kant
berpendapat bahwa ada dua cara yang saling terkait dan menunjang satu sama lain
untuk bisa sampai pada suatu pengetahuan. Pertama, secara empiris, yaitu dengan
mengacu pada pengalaman dan pengamatan inderawi, pada bagaimana benda atau
objek tertentu tampak pada kita melalui pancaindra. Kedua, suatu objek hanya
bisa ditangkap oleh pancaindera kalau kita sudah mempunyai kategori-kategori
tertentu.
Di
satu pihak akal budi menangkap benda tertentu sesuai dengan bentuk benda itu
tetapi di pihak lain benda itu sendiri menyesuaikan diri dengan bentukbentuk
yang telah ada dalam akal budi manusia. Maka kesimpulannya adalah, Pertama,
bagi Kant, manusia sesungguhnya sudah punya bakat untuk mengetahui sesuatu.
Manusia selalu memakai kacamata tertentu (ruang dan waktu, serta hukum sebab
dan akibat) dalam menangkap, mengamati, dan mengalami segala sesuatu di alam
semesta ini. Kedua, Kant tidak hanya mendamaikan empirisisme dan rasionalisme
tetapi juga metode induksi (empirisisme) dan metode deduktif (rasionalis).
4.
Pengetahuan Apriori dan Pengetahuan
Aposteriori
Istilah
apriori secara harfiah berarti “dari yang lebih dulu atau sebelum”, sedangkan
istilah aposteriori berarti “dari apa yang sesudahnya”. Menurut Leibniz,
mengetahui realitas secara aposteriori berarti mengetahuinya berdasarkan apa
yang ditemukan secara actual di dunia ini, yaitu melalui pancaindera, dari
pengaruh yang ditimbulkan realitas itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya,
mengetahui realitas secara apriori adalah mengetahuinya dengan mengenakan sebab
pada realitas itu. Olehkarena itu Leibniz membedakan antara “kebenaran
aposteriori, atau kebenaran yang berasal dari fakta” dan “kebenaran apriori
atau kebenaran yang berasal dari akal budi”.
No comments:
Post a Comment