Thursday, 13 March 2014

SUMBER PENGETAHUAN: RASIONALISME DAN EMPIRISME



     Menyoroti skeptisisme, inti persoalannya adsalah bagaimana kita tahu secara pasti tentang sesuatu. Dalam sejarah filsafat, persoalan ini diwajib secara berbeda oleh dua aliran pemikiran, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme lebih dikenal sebagai filsafat continental karena tokoh-tokohnya terutama berasal dari Eropa Daratan, seperti Rene Descartes, W.G Leibniz, dan Barukh Spinoza. Kaum rasionalis beranggapan bahwa kita dapat sampai pada pengetahuan yang pasti hanya dengan mengandalkan akal budi. Sebaliknya, empirisisme lebih dikenal sebagai filsafat Inggris karena tokoh-tokohnya berasal dari Inggris, seperti John Locke, David Hume, dan Berkeley. Menurut kaum empirisme, kita bisa sampai pada pengetahuan yang pasti dengan mengandalkan pancaindera kita yang member kita informasi tentang objek tertentu.
1.   Rasionalisme
Inti dari pandangan rasionalisme adalah bahwa hanya dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuanyang sebenrnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin salah. Sumber dari pengetahuan ini dalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar tentang sesuatu. Konsekuensinya kaum rasionalisme menolak anggapan bahwa kita bisa menemukan pengetahuan melalui pancaindera kita.
     Berikut ini terdapat dua tokoh besar paham rasionalisme, adalah sebagai berikut.
a.  Plato
Plato adalah pemikir rasionalis pertama. Menurut plato, saatu-satunya pengetahuan sejati adalah apa yang disebutkan sebagai episteme, yaitu pengetahuan sejati dan tak berubah, sesuai dengan ide-ide abadi. Oleh karena itu, apa yang kita tangkap melalui pancaindra hanya merupakan turan cacat dari ide-ide tertentu yang abadi.  Jadi, pengetahuan bagi plato adalah hasil ingatan yang melekat pada manusia. Pengetahuan adalah pengenalan kembali akan hal yang sudah diketahui dalam Ide Abadi. Pengetahuan adalah kumpulan ingatan terpendam dalam benak manusia.
b.  Rene Descartes
Descartes adalah filsuf yang meneruskan sikap kaum skeptis. Sasaran utama Descartes adalah bagaimana kita bisa sampai pada pengetahuan yang pasti benar. Kita perlu meragukan segala sesuatu sampai kita mempunyai ide yang jelas dan tepat (clara et distinct). Descartes menghendaki agar kita tetap meragukan untuk sementara waktu apa saja yang tidak bisa kita lihat dengan terang akal budi sebagaiu yang pasti benar dan tak diragukan lagi. Ini disebut dengan keraguan metodis, yang berfungsi sebagai alat untuk emnyingkirkan semua prasangka, tebakan, dan dugaan yang menipu dan karenanya menghalangi kita untuk sampai pada pengetahuan yang benar-benar punya dasar yang kuat. Salah satu unsure utama yang menipu dan menghalangi kita untuk sampai pada pengetahuan sejati sadalah pengalaman inderawi. Menurut Descartes, yang perlu dilakukan adalah menggunakan alat ilmu ukur dan matematika sampai pada kebenaran yang pasti, yaitu akal budi, karena hanya akal budi yang bisa memberi kita kepastian.
c.   Beberapa hal penting
Berikut ini adalah rumusan penting dari rasionalisme. Pertama, kaum rasionalis lebih mengandalkan geometri atau ilmu ukur dan matematika, yang memiliki aksioma-aksioma umum lepas dari pengamatan atau pengalaman pancaindera kita. Kedua, konsekuensinya, kaum rasionalis meremehkan peran pengalaman dan pengamatan pancaindera bagi pengetahuan. Bagi mereka, pancaindera bisa menipu, oleh karena itu pancaindera tak bisa diandalkan untuk memberi kita pengetahuan yang bisa diandalkan.
Atas dasar ini pula, bagi kaum rasionalis, semua pengetahuan adalah pengetahuan apriori yang terutama mengandalkan silogisme. Yang ditekankan adalah kemampuan akal budi manusia untuk menarik kesimpulan dari prinsip umum tertentu yang sudah ada dalam benaknya. Oleh karena itu, logika silogisme menjadi penting. Jadi bagi kaum rasionalis, kalau saya tahu bahwa p melalui penalaran, p pasti benar secara apriori tanpa perlu dibuktikan berdasarkan fakta dari pengalaman.
2.  Empirisme
Empirisme adalah paham filosofis yang mengatakan bahwa sumber satu-satunya bagi pengetahuan manusia adalah pengalaman, yang paling pokok untuk bisa sampai pada pengetahuan yang benar menurut kaum empiris adalah data dan fakta yang ditangkap oleh pancaindra kita. Sehingga, satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan pancaindra. Maka sumber pengetahuan adalah pengalaman dan pengamatan pancaindra tersebut yang memberi data dan fakta bagi pengetahuan kita. Atas dasar ini, bagi kaum empiris, semua pengetahuan manusia bersifat empiris. Pengetahuan yang benar dan sejati, yaitu pengetahuan yang pasti enar adalah oengetahuan inderawi, pengetahuan empiris.
Pancaindera memainkan peranan terpenting dibandingkan dengan akal budi karena: Pertama, semua proposisi yang kita ucapkan merupakan hasil laporan dari pengalaman atau yang disimpulkan dari pengalaman. Kedua, kita tidak bisa punya konsep atau ide apapun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa yang diperoleh dari pengalaman. Ketika akal budi hanya bisa berfungsi kalau punya acuan ke realitas atau pengalaman.
a.  John Locke
Locke menolak pendapat kaum rasionalis bahwa manusia telah dilahirkan dengan ide-ide bawaan, dengan prinsip pertama yang bersifat mutlak dan umum. Baginya manusia dilahirkan ke dunia ini seperti sebuah kertas putih yang kosong, tanpa idea tau konsep apapun. Locke membedakan anatara dua macam ide, yaitu ide-ide sederhana dan ide-ide kompleks. Ide-ide sederhana adalah ide yang kita tangkap pertama melalui penciuman, penglihatan, rabaan, dan semacamnya. Tetapi akal budi kita tidak hanya menerima secara pasif ide-ide itu dari luar. Ia kemudian mengolah lebih lanjut ide-ide itu dengan memikirkan, meragukan, mempertanyakan, menggolongkan, dan mengolah apa yang diberikan pancaindera, dst dan demikian lahirlah refleksi. Selain itu Locke, juga membedakan anatara sifat atau kualitas primer dari objek dan sifat kualitas sekunder dari objek di sekitar kita. Kualitas primer mencakup berat, gerak, luas, dan jumlah. Sedangkan kualitas sekunder mencakup rasa, warna, panas-dingin, dan semacamnya. Dengan kata lain, pengetahuan tentang kualitas primer adalah pengetahuan objektif yang menyangkut objek itu apa adanya, sedangkan pengetahuan tentang kualitas sekunder sangat ditentukan oleh sudut pandang, pancaindera, dan subjektivitas si subjek.
b.  David Hume
Menurut Hume, pemahaman manusia dipengaruhi oleh sejumlah kepastian dasar tertentu- mengenai dunia eksternal, emngenai masa depan, mengenai sebab bahwa kepastian ini merupakan bagian dari naluri alamiah manusia, yang tidak dihasilkan ataupun bisa dicegah oleh akal budi atau proses pemikiran manusia. Hume membedakan dua proses mental dalam diri manusia. Pertama, adalah kesan (impresi), yang merupakan semua macam pencerapan pancaindera yang lebih hidup dan langsung sifatnya. Kedua, adalah pemikiran atau ide yang kurang hidup dan kurang langsung sifatnya. Dari impresi muncul ide-ide sederhana yang berkaitan dengan objek yang kita tangkap secara langsung dengan pancaindra. Selanjutnya dari ide sederhana itu, akal budi manusia mampu melahirkan ide-ide majemuk tentang hal-hal yang tidak kita tangkap melalui pancaindra kita. Lalu Hume membuat keterkaitan anatar ide ini satu sama lain, keterkaitan itu dicapai dengan menggunakan prinsip yang disebut Hume sebagai hokum asosiasi yang terdiri dari tiga unsure. Pertama, prinsip kemiripan yang berarti ide tentang suatu objek cenderung melahirkan dalam akal budi kita onjek lainnya yang seupa atau mirip. Kedua, prinsip kontinuitas dalam tempat dan waktu, yaitu kecenderungan akal budi untuk mengingat hal lain yang punya kaitan dengan hal atau peristiwa lainnya. Ketiga, prinsip sebab dan akibat. Ide yang satu memunculkan ide yang lain tentang sebab atau akibat dari hal atau peristiwa tersebut.
Menurut Hume, pengetahuan ini dicapai bukan melalui penalaran apriori, melainkan berdasarkan pengalaman ketika kita menemukan bahwa onjek khusus tertentu selalu berkaitan dengan objek lainnya. Pengalamanlah yang mengajarkan kepada kita bagaimana satu peristiwa selalu diikuti oleh peristiwa lain. Jadi hukum sebab akibat, hukum yang menyangkut operasi segala peristiwa di alam semesta ini hanya bisa diketahui berdasarkan pengalaman karena satu peristiwa menyusul peritiwa lain belum dengan sendirinya berarti yang satu disebabkan oleh yang lainnya. 
c.   Beberapa hal penting
Berikut ini beberapa hal penting untuk paham empirisme, yaitu Pertama, kaum epmirisis mengakui bahwa persepsi atau proses penginderaan sampai tingkat tertentu tidak dapat diragukan (indubitable). Bagi Hume dan kaum empiris lainnya, persepsi tidak bisa diragukan, yang keliru adalah daya nalar manusia dalam menagkap dan memutuskan apa yang ditangkap oleh pancaindera. Kedua, terlihat jelas bahwa empirisme hanyalah sebuah tesis tentang pengetahuan empiris, yaitu pengetahuan tentang dunia yang berkaitan dnegan pengalaman manusia. Ketiga, karena lebih menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan manusia, kaum empiris jadinya lebih menekankan metode pengetahuan induktif, yaitu cara kerja ilmu-ilmu empiris yang mendasarkan diri pada pengamatan, pada eksperimen untuk bisa sampai pada pengetahuan yang umum tak terbantahkan. Oleh karena itu, pengetahuan yang ditekankan kaum empiris adalah pengetahuan aposteriori. Sumbangan besarnya adalah memacu percobaan yang didasarkan pada observasi dan penelitian empiris. Keempat, kepastian mengenai pengetahuan empiris harus dicek berdasarkan pengamatan, data, pengalaman, dan bukan berdasarkan akal budi.
3.  Sebuah Sintesis
a.  Beberapa unsur sintesis
Kedua paham diatas tersebut terlalu ekstrim, artinya di satu pihak sama-sama benar tetapi dipihak lain sama-sama keliru. Benar adalah dengan pengertian, bahwa kaum rasionalis benar ketika mengatakan bahwa pengetahuan manusia bersumber dari akal budi manusia. Ebaliknya kaum empirisme juga benar bahwa pengetahuan manusa bersumber dari pengalaman manusia. Keduanya keliru karena terlalu ekstrem menganggap pengetahuan hanya bersumber dari salah satu saja, atau akal budi atau pengalaman indrawi manusia. Sintesis dari kedua paham yang berbeda ini, sesungguhnya sampai pada tingkat tertentu telah kita temukan pada Aristoteles. Dengan tegas aristoteles, mengungkapkan sebuah prinsip yang dianggap sebagai dasar paham empirisisme bahwa “Tidak ada sesuatu pun dalam akal budi yang tidak ada terlebih dahulu dalam indra”.
b.  Immanuel Kant
Immanuel kant adalah filsuf yang paling berjasa mendamaikan kedua aliran pemikiran ini. Sukses terbesarnya adalah bahwa ia mendamaikan empirisisme dan rasionalisme. Kant mengatakan bahwa kendati pengetahuan berasal dari pengalaman pancaindra, dalam diri manusia sesungguhnya sudah ada kategori-kategori, bentuk, fan forma sebagaimana dikatakan Plato, yang memungkinkan kita menangkap benda-benda ini sebagaimna adanya. Kant menyebut ruang dan waktu sebagai bentuk-bentuk intuisi kita. Seelain kategori itu, Kant juga berpendapat bahwa dalam benak kita sudah ada kategori hukum sebab akibat, yangmana adalah suatu bentuk yang sudah ada dalam benak manusia sejak lahir, bersifat abadi dan mutlak karena akal budi manusia menangkpa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sebagai terjadi dalam hubungan sebab dan akibat.
Menurut Kant, ada dua unsur yang ikut melahirkan pengetahuan manusia. Pertama, adalah kondisi eksternal manusia yang menyangkut benda-benda yang tidak bisa kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan pancaindra kita. Ini yang disebut sebagai objek material dari pengetahuan. Kedua, adalah kondisi internal yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Ini menyangkut kategori ruang dan waktu serta hukum sebab akibat. Ini yang disebut sebagai objek formal pengetahuan.
Kant berpendapat bahwa ada dua cara yang saling terkait dan menunjang satu sama lain untuk bisa sampai pada suatu pengetahuan. Pertama, secara empiris, yaitu dengan mengacu pada pengalaman dan pengamatan inderawi, pada bagaimana benda atau objek tertentu tampak pada kita melalui pancaindra. Kedua, suatu objek hanya bisa ditangkap oleh pancaindera kalau kita sudah mempunyai kategori-kategori tertentu.
Di satu pihak akal budi menangkap benda tertentu sesuai dengan bentuk benda itu tetapi di pihak lain benda itu sendiri menyesuaikan diri dengan bentukbentuk yang telah ada dalam akal budi manusia. Maka kesimpulannya adalah, Pertama, bagi Kant, manusia sesungguhnya sudah punya bakat untuk mengetahui sesuatu. Manusia selalu memakai kacamata tertentu (ruang dan waktu, serta hukum sebab dan akibat) dalam menangkap, mengamati, dan mengalami segala sesuatu di alam semesta ini. Kedua, Kant tidak hanya mendamaikan empirisisme dan rasionalisme tetapi juga metode induksi (empirisisme) dan metode deduktif (rasionalis).
4.  Pengetahuan Apriori dan Pengetahuan Aposteriori

Istilah apriori secara harfiah berarti “dari yang lebih dulu atau sebelum”, sedangkan istilah aposteriori berarti “dari apa yang sesudahnya”. Menurut Leibniz, mengetahui realitas secara aposteriori berarti mengetahuinya berdasarkan apa yang ditemukan secara actual di dunia ini, yaitu melalui pancaindera, dari pengaruh yang ditimbulkan realitas itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya, mengetahui realitas secara apriori adalah mengetahuinya dengan mengenakan sebab pada realitas itu. Olehkarena itu Leibniz membedakan antara “kebenaran aposteriori, atau kebenaran yang berasal dari fakta” dan “kebenaran apriori atau kebenaran yang berasal dari akal budi”. 

No comments:

Post a Comment