Sunday 16 February 2014

UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN YANG BEBAS KORUPSI, TRANSPARAN, DAN AKUNTABEL PADA TUBUH TNI

A.     LATAR BELAKANG
Cita–cita didirikannya negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencapai masyarakat adil dan makmur. Salah satu komponen untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah penyelenggaraan negara yang efisien, efektif, dan bersih dan praktek-praktek yang merugikan kepentingan negara dan bangsa. Penyelenggaraan negara seperti di atas dapat terlaksana apabila aparatur negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, profesional, transparan, akuntabel, taat pada aturan hukum, responsif dan proaktif, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau partai yang berkuasa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kondisi yang dijumpai selama ini, ternyata berbeda dengan harapan di atas. Selama tiga dekade terakhir, telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggungjawab pada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam penyelenggaraan negara. Akibatnya, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak dapat berkembang. Akibat lainnya, kegiatan penyelenggaraan negara cenderung mengarah pada praktek-praktek yang lebih menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya  menyuburkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.
Korupsi sudah merupakan masalah yang kronik yang terjadi di bangsa Indonesia. Fenomena-fenomena yang terjadi adalah budaya permisif yang timbul di masyarakat dimana haus akan hadirnya Negara yang bebas dari korupsi tetapi masih mempraktekkan perilaku perilaku koruptif, Penegakan hukum atas tindak pidana korupsi juga masih jalan ditempat khususnya pada aparat kejaksaan dan kepolisian, sektor pelayanan publik yang cenderung birokratis dan tidak efisien, sektor swasta yang juga tak sungkan mempraktikan upaya-upaya korupsi demi keuntungan yang sebesar besarnya dan yang paling penting adalah sistem pemilihan pemimpin di legislative dan eksekutif yang boros juga jadi penyebab suburnya korupsi.
TNI merupakan salah satu lembaga independen negara yang mempunyai tugas sebagai pelayanan publik yang bersifat memenuhi kepentingan umum dan tidak berorientasi mencari keuntungan, tetapi membantu masyarakat Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Apabila beberapa waktu lalu, lembaga independen lainnya berhasil dimasuki oleh KPK karena terbukti pejabat didalamnya melakukan tindak korupsi, lain halnya dengan TNI. Lembaga TNI cukup sulit untuk dimasuki KPK karena KPK tidak memiliki kewenangan yang memadai sehingga tak mampu memeriksa korupsi di tubuh TNI karena undang-undang menyebutkan pengadilan untuk TNI berada di tangan peradilan militer. Apabila KPK ingin memeriksa TNI maka harus terlebih dahulu dilakukan judicial review terhadap UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Meskipun demikian, telah banyak pemberitaan di media yang menyangkut keterlibatan TNI dalam usaha KKN uang negara bahkan dinilai lebih banyak daripada Polri, contohnya adalah kasus korupsi Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BPTWP) TNI Angkatan Darat. Tiga prajurit TNI sudah divonis 9-13 tahun penjara dalam kasus itu. Selain itu, pada 2012 lalu, sejumlah LSM pernah melaporkan dugaan korupsi pembelian enam pesawat
Sukhoi yang diduga merugikan negara sebesar Rp 500 miliar kepada KPK. Namun beruntungnya, hingga kini belum ada kelanjutan dari kasus tersebut.
Salah satu potensi korupsi di tubuh Kementerian Pertahanan adalah pengadaan alat utama sistem persenjataan alias alutsista. Majalah TEMPO pernah mengupas tentang makelar yang terlibat dalam proyek pengadaan alutsista. Proses kongkalikong itu membuat harga alutsista menggelembung dan tentu saja ini merugikan negara. UU Peradilan Militer memang menghambat masuknya KPK untuk menyelidiki kasus korupsi di TNI. Karena,  yang punya kewenangan menahan anggota tentara yang bermasalah adalah polisi militer dan proses hukumnya pun secara militer. Tahun ini, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran Rp 16 triliun lebih untuk pengadaan alutsista. Dana yang besar itu tentu rawan untuk diselewengkan. Panglima TNI Moeldoko sendiri sudah berjanji akan melibatan KPK dalam semua proyek pengadaan alutsista.
Namun yang terpenting disini adalah seluruh komponen TNI baik dari atasan hingga bawahan harus menjaga lembaganya agar menjadi lembaga yang bersih, bebas dari KKN, transparan, dan akuntabel, meskipun demikian telah banyak pihak yang mulai melirik banyak terjadinya KKN di tubuh TNI, salah satunya KPK. Namun masih belum terlambat untuk menjadikan TNI sebagai lembaga yang bersih KKN, transparan, dan akuntabel, maka dalam essay ini, penulis akan menguraikan tenatang upaya-upaya yang dapat dilakukan guna mengoptimalkan pelayanan yang bebas korupsi, transparan, dan akuntabel pada tubuh TNI.

B.      LANDASAN TEORI
1.      Korupsi
1.1 Pengertian Korupsi
Korupsi secara etomologis berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1998) yang dikutip oleh Wiwit (2010) mendefinisikan korupsi sebagai "tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi". Menurut Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The Global Economy yang dikutip oleh Wiwit (20101) menyajikan definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan untuk keuntungan pribadi".
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
a)      memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
b)      penggelapan dalam jabatan;
c)      pemerasan dalam jabatan;
d)      ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara);
e)      menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara)
Sedangkan berdasarkan syed husen alatas (1997) yang dikutip didalam    (http://leinadunam.blogspot.com/2010/05/memahami-korupsi-dan-modus-operandinya.html)   secara sosiologis korupsi terdiri dari :
a)       Korupsi transaktif (transactive corruption). Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif merekamengusahakan keuntungan tersebut.
b)       Korupsi yang memeras (extortive corruption). Pemerasan adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatuyang berharga baginya.
c)       Korupsi defensif (defensive corruption). Orang yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan akanterhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalamrangka mempertahankan diri).
d)       Korupsi investif (investive corruption). Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
e)       Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption). Jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangandengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya
f)        Korupsi otogenik (autogenic corruption). Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
g)      Korupsi dukungan (supportive corruption). Korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.

1.2 Penyebab Korupsi
     Banyak teori yang membahas mengenai penyebab timbulnya korupsi. Teori GONE yang dicetuskan oleh Jack Bologne menguraikan bahwa akar penyebab korupsi berasal dari greed (keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan) dan Exposes (hukuman).
Keserakahan timbul karena adanya sifat tidak pernah puas yang dimiliki oleh manusia. Dengan penghasilan yang sudah tinggi pun jika dikuasai keserakahan yang dilandasi akan rasa tidak pernah puas akan kebutuhan yang dipenuhi maka korupsi pun akan dilakukan.
Kesempatan merupakan suatu keadaan yang menjadi faktor penarik tindakan kriminal. Didalam tindak pidana korupsi, kelemahan peraturan  ataupun kekuasaan yang dimiliki menjadikan seseorang memiliki kesempatan untuk melancarkan aksinya.
Need atau kebutuhan merupakan salah satu penyebab lain dari korupsi. Jika pada keserakahan didorong oleh rasa tidak pernah puas, maka kebutuhan menyebabkan korupsi dikarenakan adanya keadaan yang mengharuskan seseorang untuk memberanikan diri melakukan perbuatan korupsi tersebut. Hal ini yang mungkin bias memicu timbulnya korupsi di tubuh TNI karena minimnya kesejahteraan yang diterima.
Ekposes/ hukuman menjadi salah satu penyebab korupsi karena jika hukuman yang diterapkan kepada para koruptor lemah ataupun penegakan hukumnya bisa dilakukan hanky panky tentunya tidak aka efek jera dalam penindakan korupsi tersebut.
Keempat faktor greed, opportunity, need dan expose diatas bisa saling berdiri sendiri atau bisa juga timbul menjadi faktor faktor yang saling mendukung untuk mendorong seseorang melakukan perbuatan korupsi.

1.3 Dampak Korupsi
     K.A Abbas (1975), korupsi berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Bahaya korupsi bagi kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker dalam darah, sehingga si empunya badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus. Secara aksiomatik, akibat korupsi dapat dijelaskan seperti berikut:
a.       Bahaya korupsi terhadap masyarakat dan individu.
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik
b.      Bahaya korupsi terhadap generasi muda.
Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau bahkan budayanya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab.
c.       Bahaya korupsi terhadap politik.
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka.
d.      Ekonomi
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan dalam pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.
e.       Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.

2.      Pengertian Transparan
Transparansi seperti yang digunakan dalam istilah politik berarti keterbukaan dan pertanggung-jawaban. Aturan dan prosedur transparan biasanya diberlakukan untuk membuat pejabat pemerintah bertanggung-jawab dan untuk memerangi korupsi. Bila rapat pemerintah dibuka kepada umum dan media massa, bila anggaran dan laporan keuangan bisa diperiksa oleh siapa saja, bila undang-undang, aturan, dan keputusan terbuka untuk didiskusikan, semuanya akan terlihat transparan dan akan lebih kecil kemungkinan pemerintah untuk menyalahgunakannya untuk kepentingan sendiri.
Dalam tubuh TNI transparansi ini dapat dilakukan seperti transparan saat rekrutmen calon anggota baru dan transparan dalam anggaran dan laporan keuangan baik dalam pembelian alutsista baru, ataupun lainnya.

3.      Pengertian Akuntabel
Akuntabilitas merupakan kewajiban individu-individu penguasa yang dipercaya mengelola sumber daya punlik untuk mempertanggungjawabkan berbagai hal menyangkut fiscal, manajerial, dan program.  Sedangkan menurut Inpres No. 7 tahun 1999, akuntabilitas kinerja adalah perujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/ kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
Biasanya setiap lembaga harus membuat laporan akuntabilitas kinerja tahunan sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsinya. Amanat penyusunan laporan kinerja telah ditetapkan dalam Instruksi Presiden No 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas kerja instansi pemerintahan ini mewajibkan bagi setiap instansi pemerintah untuk menyusun dokumen perencanaan strategis berupa rencana strategis, rencana kinerja tahunan, penetapan kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja. Laporan kinerja ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi. Laporan akuntabilitas kerja juga bermanfaat sebagai alat utama dalam rangka pemantauan, penilaian, evaluasi, dan pengendalian atas kualitas kinerja sekaligus menjadi pendorong perbaikan kinerja dalam rangka terciptanya tata kelola kepemerintahan yang baik.

4.    Upaya Meningkatkan Pelayanan Bebas Korupsi, Transparan, dan Akuntabel
            Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan bebas korupsi, transparan dan akuntabel adalah sebagai berikut:
a.         Pemberantasan korupsi pada kehidupan bermasyarakat.
Untuk memberantas korupsi pada kehidupan bermasyarakat maka masyarakat harus memiliki sikap mental kedisiplinan dan taat pada aturan. Jika masyarakat Indonesia menerapkan kedua sifat diatas maka penyebab korupsi yang terkait kesempatan, akan tertutup dengan sendirinya karena pelanggaran yang menjadi celah/ kesempatan bagi aparat khususnya penegak hukum untuk menawarkan patgulipat akan bias dieliminasi bahkan jikapun ada melakukan pelanggaran maka warga akan memilih untuk emngikuti prosedur hukum yang ada.

b.         Pemberantasan korupsi melalui perbaikan penegakan hukum
Pada zaman reformasi berikut ini adalah institusi pemberantas korupsi di Indonesia yang tentunya bergerak dibawah dasar hukum berdasarkan UU 31 tahun 1999 dan UU 20 tahun 2001, yaitu         
a)   Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)
b)   Komisi Pemberantasan Korupsi
c)   Kepolisian
d)   Kejaksaan
e)   BPKP
f)    Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa (misalnya: ICW).

c.          Pemberantasan korupsi melalui perbaikan pelayanan publik
Berdasarkan Undang Undang nomor  25 tahun 2009 mengenai pelayanan publik, pelayanan public didefinisikan sebagai  kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan Sedangkan Lewis dan Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan publik yang prima dan memenuhi asas asas tersebut diatas pemerintah  telah melakukan upaya upaya reformasi birokrasi yang berlandaskan pada kerangka good governance. Reformasi birokrasi ini dilakukan dengan cara penerapan  perbaikan integral pelayanan publik meliputi perbaikan orang, struktur, dan prosesnya. Berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi yang ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi area yang akan dilakukan perubahan terkait dengan penerapan reformasi birokrasi dan hasil yang diharapkan adalah:
a)       Organisasi. Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran
b)      Tatalaksana. Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip good governance
c)      Peraturan Perundang-undangan. Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif.
d)      Sumber Daya Manusia Aparatur SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera
e)      Pengawasan. Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN
f)       Akuntabilitas Meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi
g)      Pelayanan publik Pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat
h)      Mindset dan cultural Set Aparatur Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi
Dari area area perubahan yang disasar dan hasil yang diharapkan, reformasi birokrasi ini idealnya mampu untuk menjawab segala tuntutan terkait asas asas yang diembankan dalam Undang Undang Pelayanan Publik dan terlebih lagi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.

C.      PEMBAHASAN
Tentara Negara Indonesia (TNI) adalah sebagai fungsi pertahanan negara (National Defence) yang mencangkup. komponen TNI terdiri dari  prajurit TNI AD, prajurit TNI AL, dan prajurit TNI AU (Pasal 2 ayat 2).  Adapun tugas TNI adalah sebagai alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan NKRI. Dalam menajalankan tugasnya tentunya TNI memerlukan alutsista yang mendukung dan pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono negara Indonesia sedang genjar memperbaharui alutsista yang dimiliki oleh TNI guna menjaga stabilitas NKRI. Tahun ini, Kementrian pertahanan mendapatkan alokasi anggaran Rp 16 triliun lebih untuk pengadaan alutsista. Dana yang besar itu tentunya rawan untuk diselewengkan. Panglima TNI Moeldoko sudah berjanji akan melibatkan KPK dalam semua proyek pengadaan alutsista. Namun, alangkah lebih baik jika TNI benar-benar menggunakan dana tersebut sesuai dengan yang dianggarkan, agar TNI tetap menjadi lembaga yang bersih.
Selain itu celah korupsi pada tubuh TNI tidak hanya pada pengadaan alutsista saja melainkan pada pendaftaran calon anggota baru. Hal ini juga rentan akan adanya KKN. Merekrut anggota dengan cara yang bersih akan menghasilkan anggota-anggota baru yang bersih pula, yang nantinya akan bekerja dengan segenap jiwa dan raga hingga tetesan darah terakhir untuk membela kedaulatan NKRI.
Menghapuskan korupsi di Indonesia memang susah, namun untuk memperbaikinya masih belum terlambat, begitupun pada tubuh TNI. Kemanunggalan TNI dan rakyat adalah kunci kekuatan pertahanan bangsa ini, sehingga ketika rakyat menjadikan korupsi sebagai musuh terbesarnya, maka sebagai “mitra” sejatinya sudah selayaknya TNI bersama rakyat bahu membahu memberantasnya. Menjadikan TNI sebagai lembaga yang bersih dari korupsi, transparan dan akuntabel dapat dilakukan sebagai berikut:
a)      Pada kesempatan korupsi skala kecil, misalnya saat ada kegiatan bulanan hendaknya menuliskan rencana dan laporan kegiatan beserta anggarannya sesuai dengan yang terjadi, dan dipaparkan pada pihak yang berwajib dan anggota secara transparan dan akuntabel.
b)      Pada kesempatan korupsi skala besar, misalnya melibatkan proyek rekanan-rekanan kerja yang biasanya merupakan pemasok perlengkapan atau alutsista militer yang berbiaya milyaran rupiah hingga triliunan rupiah. Hendaknya  menjadi lebih cerdas dalam memilih alutsista yang baik namun tetap dengan harga murah. Menetapkan ketentuan kerjasama yang baik, dan tegas, sehingga tidak dikendalikan oleh rekanan dan membuat laporan pertanggung jawaban keuangan secara riil, transparan, dan akuntabel.
c)      Pada kesempatan rekrutmen calon anggota baru, promosi jabatan, dan kenaikan karir hendaknya memang dilakukan secara transparan dan bersih baik dari awal proses hingga akhir, sehingga benar-benar mendapatkan anggota (putra-putri) yang baik, cerdas, dan memang benar-benar pantas menduduki posisinya.
d)      Memberikan kehidupan atau kesejahteraan yang setimpal bagi anggota TNI dan keluarganya dengan kinerja berat yang harus mereka lakukan dalam menjaga kedaulatan NKRI. Apabila telah mendapatkan kehidupan dan kesejahteraan yang cukup maka akan sedikit mengurangi adanya korupsi.
e)      Mengikutsertakan pihak-pihak lain yang terkait untuk turut mengawasi aliran anggaran dana misalnya KPK agar pelaksanaan anggaran di tubuh TNI transparan dan akuntabel.
f)       Menjalankan agenda reformasi birokrasi dengan arah yang lebih jelas dengan mengarah pada hal berikut :
-          Perampingan structural dengan lebih memperkaya jabatan yang bersifat fungsional
-          Pembuatan SOP harus disertai dengan indikator kecepatan dan kualitas
-          Melakukan pengelolaan sumber daya manusia dengan mengedepankan kompetensi dan memiliki standar kinerja yang jelas
-          Ditetapkan dan diterapkannya standar pelayanan minimal bagi seluruh jenis pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah

D.     KESIMPULAN DAN SARAN
Korupsi sudah merupakan masalah yang kronik yang terjadi di bangsa Indonesia. Fenomena fenomena yang terjadi adalah budaya permisif yang timbul di masyarakat dimana haus akan hadirnya Negara yang bebas dari korupsi tetapi masih mempraktekkan perilaku perilaku koruptif, Penegakan hukum atas tindak pidana korupsi juga masih jalan ditempat khususnya pada aparat kejaksaan dan kepolisian, sektor pelayanan publik yang cenderung birokratis dan tidak efisien, sektor swasta yang juga tak sungkan mempraktikan upaya upaya korupsi demi keuntungan yang sebesar besarnya dan yang paling penting adalah sistem pemilihan pemimpin di legislative dan eksekutif yang boros juga jadi penyebab suburnya korupsi
Akar penyebab korupsi berasal dari greed (keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan) dan Exposes (hukuman).
Tentara Negara Indonesia (TNI) adalah sebagai fungsi pertahanan negara (National Defence) yang mencangkup. komponen TNI terdiri dari  prajurit TNI AD, prajurit TNI AL, dan prajurit TNI AU (Pasal 2 ayat 2).  Adapun tugas TNI adalah sebagai alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan NKRI. Dalam menjalankan tugasnya tentu TNI tidak terlepas dari ancaman terjadinya ancaman korupsi. Oleh karena itu menjadikan TNI sebagai lembaga yang bersih dari korupsi, transparan dan akuntabel dapat dilakukan sebagai berikut:
g)      Pada kesempatan korupsi skala kecil, misalnya saat ada kegiatan bulanan hendaknya menuliskan rencana dan laporan kegiatan beserta anggarannya sesuai dengan yang terjadi, dan dipaparkan pada pihak yang berwajib dan anggota secara transparan dan akuntabel.
h)      Pada kesempatan korupsi skala besar, misalnya melibatkan proyek rekanan-rekanan kerja yang biasanya merupakan pemasok perlengkapan atau alutsista militer yang berbiaya milyaran rupiah hingga triliunan rupiah. Hendaknya  menjadi lebih cerdas dalam memilih alutsista yang baik namun tetap dengan harga murah. Menetapkan ketentuan kerjasama yang baik, dan tegas, sehingga tidak dikendalikan oleh rekanan dan membuat laporan pertanggung jawaban keuangan secara riil, transparan, dan akuntabel.
i)        Pada kesempatan rekrutmen calon anggota baru, promosi jabatan, dan kenaikan karir hendaknya memang dilakukan secara transparan dan bersih baik dari awal proses hingga akhir, sehingga benar-benar mendapatkan anggota (putra-putri) yang baik, cerdas, dan memang benar-benar pantas menduduki posisinya.
j)        Memberikan kehidupan atau kesejahteraan yang setimpal bagi anggota TNI dan keluarganya dengan kinerja berat yang harus mereka lakukan dalam menjaga kedaulatan NKRI. Apabila telah mendapatkan kehidupan dan kesejahteraan yang cukup maka akan sedikit mengurangi adanya korupsi.
k)      Mengikutsertakan pihak-pihak lain yang terkait untuk turut mengawasi aliran anggaran dana misalnya KPK agar pelaksanaan anggaran di tubuh TNI transparan dan akuntabel.
l)        Menjalankan agenda reformasi birokrasi dengan arah yang lebih jelas dengan mengarah pada hal berikut :
-          Perampingan structural dengan lebih memperkaya jabatan yang bersifat fungsional
-          Pembuatan SOP harus disertai dengan indikator kecepatan dan kualitas
-    Melakukan pengelolaan sumber daya manusia dengan mengedepankan kompetensi dan memiliki standar kinerja yang jelas
-        Ditetapkan dan diterapkannya standar pelayanan minimal bagi seluruh jenis pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah

DAFTAR PUSTAKA
Lasantu, Arief. ___. Langkah-langkah Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Jakarta : DIV Kurikulim Khusus BPKP, STAN.

Suyanto, Djoko. 2013. Akuntabilitas Kinerja. Jakarta: Kemenko Polhukan RI.

Budi, Johan. 2013. KPK Tingkatkan Kerjasama dengan TNI. (online: diakses pada 16 Februari 2014) (http://kpk.go.id/id/nukpk/id/berita/siaran-pers/169-kpk-tingkatkan-kerja-sama-dengan-tni).


Anonim. 2014. KPK Mulai Sasar Kasus Korupsi di TNI. (online: diakses pada 16 Februari 2014)  ( http://www.portalkbr.com/opini/editorial/3087266_4307.html).

*NB : essay di atas masih sangat kurang sekali sehingga butuh penyempurnaan melalui saran dan kritik yang membangun dari pembaca 

No comments:

Post a Comment