A. LATAR BELAKANG
Cita–cita didirikannya negara
Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
adalah mencapai masyarakat adil dan makmur. Salah satu komponen untuk
mewujudkan cita-cita tersebut adalah penyelenggaraan negara yang efisien,
efektif, dan bersih dan praktek-praktek yang merugikan kepentingan negara dan
bangsa. Penyelenggaraan negara seperti di atas dapat terlaksana apabila
aparatur negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya dengan baik, profesional, transparan, akuntabel, taat pada
aturan hukum, responsif dan proaktif, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau partai yang
berkuasa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kondisi yang dijumpai
selama ini, ternyata berbeda dengan harapan di atas. Selama tiga dekade terakhir, telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang, dan
tanggungjawab pada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
dalam penyelenggaraan negara. Akibatnya, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga
Tinggi Negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi
masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara tidak dapat berkembang. Akibat lainnya, kegiatan
penyelenggaraan negara cenderung mengarah pada praktek-praktek yang lebih
menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya menyuburkan praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha
sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek
kehidupan nasional.
Korupsi sudah merupakan masalah
yang kronik yang terjadi di bangsa Indonesia. Fenomena-fenomena yang terjadi
adalah budaya permisif yang timbul di masyarakat dimana haus akan hadirnya
Negara yang bebas dari korupsi tetapi masih mempraktekkan perilaku perilaku koruptif,
Penegakan hukum atas tindak pidana korupsi juga masih jalan ditempat khususnya
pada aparat kejaksaan dan kepolisian, sektor pelayanan publik yang cenderung
birokratis dan tidak efisien, sektor swasta yang juga tak sungkan mempraktikan
upaya-upaya korupsi demi keuntungan yang sebesar besarnya dan yang paling
penting adalah sistem pemilihan pemimpin di legislative dan eksekutif yang
boros juga jadi penyebab suburnya korupsi.
TNI merupakan salah satu
lembaga independen negara yang mempunyai tugas sebagai pelayanan publik yang
bersifat memenuhi kepentingan umum dan tidak berorientasi mencari keuntungan,
tetapi membantu masyarakat Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Apabila beberapa waktu lalu, lembaga independen lainnya berhasil dimasuki oleh
KPK karena terbukti pejabat didalamnya melakukan tindak korupsi, lain halnya
dengan TNI. Lembaga TNI cukup sulit untuk dimasuki KPK karena KPK tidak
memiliki kewenangan yang memadai sehingga tak mampu memeriksa korupsi di tubuh
TNI karena undang-undang menyebutkan pengadilan untuk TNI berada di tangan
peradilan militer. Apabila KPK ingin memeriksa TNI maka harus terlebih dahulu
dilakukan judicial review terhadap UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Meskipun demikian, telah
banyak pemberitaan di media yang menyangkut keterlibatan TNI dalam usaha KKN
uang negara bahkan dinilai lebih banyak daripada Polri, contohnya adalah kasus korupsi Badan
Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BPTWP) TNI Angkatan Darat. Tiga prajurit
TNI sudah divonis 9-13 tahun penjara dalam kasus itu. Selain itu, pada 2012
lalu, sejumlah LSM pernah melaporkan dugaan korupsi pembelian enam pesawat
Sukhoi yang diduga merugikan negara sebesar Rp 500 miliar kepada KPK. Namun beruntungnya, hingga kini belum ada kelanjutan dari kasus tersebut.
Sukhoi yang diduga merugikan negara sebesar Rp 500 miliar kepada KPK. Namun beruntungnya, hingga kini belum ada kelanjutan dari kasus tersebut.
Salah satu potensi korupsi
di tubuh Kementerian Pertahanan adalah pengadaan alat utama sistem persenjataan
alias alutsista. Majalah TEMPO pernah mengupas tentang makelar yang terlibat
dalam proyek pengadaan alutsista. Proses kongkalikong itu membuat harga
alutsista menggelembung dan tentu saja ini merugikan negara. UU Peradilan
Militer memang menghambat masuknya KPK untuk menyelidiki kasus korupsi di TNI.
Karena, yang punya kewenangan menahan anggota tentara yang bermasalah
adalah polisi militer dan proses hukumnya pun secara militer. Tahun ini,
Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran Rp 16 triliun lebih untuk
pengadaan alutsista. Dana yang besar itu tentu rawan untuk diselewengkan.
Panglima TNI Moeldoko sendiri sudah berjanji akan melibatan KPK dalam semua
proyek pengadaan alutsista.
Namun yang terpenting
disini adalah seluruh komponen TNI baik dari atasan hingga bawahan harus
menjaga lembaganya agar menjadi lembaga yang bersih, bebas dari KKN, transparan,
dan akuntabel, meskipun demikian telah banyak pihak yang mulai melirik banyak
terjadinya KKN di tubuh TNI, salah satunya KPK. Namun masih belum terlambat
untuk menjadikan TNI sebagai lembaga yang bersih KKN, transparan, dan
akuntabel, maka dalam essay ini, penulis akan menguraikan tenatang upaya-upaya
yang dapat dilakukan guna mengoptimalkan pelayanan yang bebas korupsi,
transparan, dan akuntabel pada tubuh TNI.
B. LANDASAN
TEORI
1. Korupsi
1.1 Pengertian Korupsi
Korupsi secara etomologis berasal dari bahasa
Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku
pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1998) yang dikutip oleh Wiwit (2010)
mendefinisikan korupsi sebagai "tingkah laku yang menyimpang dari
tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang
menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau untuk
melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi".
Menurut Komberly Ann Elliott dalam Corruption
and The Global Economy yang dikutip oleh Wiwit (20101) menyajikan definisi
korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan untuk keuntungan
pribadi".
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang
lain, di antaranya:
a) memberi atau menerima hadiah atau
janji (penyuapan);
b) penggelapan dalam jabatan;
c) pemerasan dalam jabatan;
d) ikut serta dalam pengadaan (bagi
pegawai negeri atau penyelenggara negara);
e) menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara)
Sedangkan berdasarkan syed husen alatas (1997) yang dikutip
didalam (http://leinadunam.blogspot.com/2010/05/memahami-korupsi-dan-modus-operandinya.html) secara sosiologis korupsi terdiri dari :
a) Korupsi transaktif (transactive corruption). Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya
kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi
keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif merekamengusahakan keuntungan
tersebut.
b) Korupsi yang memeras (extortive corruption). Pemerasan adalah korupsi di mana pihak
pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatuyang berharga baginya.
c) Korupsi defensif (defensive corruption). Orang yang bertindak menyeleweng karena jika
tidak dilakukannya, urusan akanterhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi
dengan pemerasan, jadi korupsinya dalamrangka mempertahankan diri).
d) Korupsi investif (investive corruption). Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh
keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang
dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
e) Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption). Jenis korupsi
ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman
dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang
bertentangandengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas
khusus dan sebagainya
f) Korupsi otogenik (autogenic corruption). Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang
lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
g) Korupsi dukungan (supportive corruption). Korupsi yang
dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang
akan dilaksanakan.
1.2 Penyebab Korupsi
Banyak teori yang membahas mengenai
penyebab timbulnya korupsi. Teori GONE yang dicetuskan oleh Jack Bologne
menguraikan bahwa akar penyebab korupsi berasal dari greed (keserakahan),
opportunity (kesempatan), need (kebutuhan) dan Exposes (hukuman).
Keserakahan timbul karena adanya sifat tidak pernah puas yang
dimiliki oleh manusia. Dengan penghasilan yang sudah tinggi pun jika dikuasai
keserakahan yang dilandasi akan rasa tidak pernah puas akan kebutuhan yang
dipenuhi maka korupsi pun akan dilakukan.
Kesempatan merupakan suatu keadaan yang menjadi faktor
penarik tindakan kriminal. Didalam tindak pidana korupsi, kelemahan
peraturan ataupun kekuasaan yang
dimiliki menjadikan seseorang memiliki kesempatan untuk melancarkan aksinya.
Need atau kebutuhan merupakan salah satu penyebab lain dari
korupsi. Jika pada keserakahan didorong oleh rasa tidak pernah puas, maka
kebutuhan menyebabkan korupsi dikarenakan adanya keadaan yang mengharuskan
seseorang untuk memberanikan diri melakukan perbuatan korupsi tersebut. Hal ini
yang mungkin bias memicu timbulnya korupsi di tubuh TNI karena minimnya
kesejahteraan yang diterima.
Ekposes/ hukuman menjadi salah satu penyebab korupsi karena
jika hukuman yang diterapkan kepada para koruptor lemah ataupun penegakan
hukumnya bisa dilakukan hanky panky tentunya tidak aka efek jera dalam
penindakan korupsi tersebut.
Keempat faktor greed, opportunity, need dan expose diatas
bisa saling berdiri sendiri atau bisa juga timbul menjadi faktor faktor yang
saling mendukung untuk mendorong seseorang melakukan perbuatan korupsi.
1.3 Dampak Korupsi
K.A
Abbas (1975), korupsi berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik
aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Bahaya
korupsi bagi kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker dalam
darah, sehingga si empunya badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus
menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus. Secara aksiomatik, akibat
korupsi dapat dijelaskan seperti berikut:
a. Bahaya korupsi
terhadap masyarakat dan individu.
Jika
korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat
setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai
masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik
b. Bahaya korupsi
terhadap generasi muda.
Salah
satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah
rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan
sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi
muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau bahkan budayanya),
sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan
tidak bertanggungjawab.
c. Bahaya korupsi
terhadap politik.
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan
menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata
publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap
pemerintah dan pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh dan
tunduk pada otoritas mereka.
d. Ekonomi
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu
projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk
kelulusan projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan
dalam pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.
e. Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan
meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah
dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar
birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi akan tidak pernah terlaksana.
Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang
berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap. Keadaan ini
dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan
selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
2. Pengertian
Transparan
Transparansi seperti yang
digunakan dalam istilah politik berarti keterbukaan dan pertanggung-jawaban. Aturan dan prosedur
transparan biasanya diberlakukan untuk membuat pejabat pemerintah bertanggung-jawab dan untuk memerangi korupsi. Bila rapat pemerintah dibuka kepada umum dan media massa, bila anggaran dan laporan keuangan bisa diperiksa oleh siapa saja, bila undang-undang, aturan, dan keputusan terbuka untuk didiskusikan, semuanya akan terlihat
transparan dan akan lebih kecil kemungkinan pemerintah untuk menyalahgunakannya
untuk kepentingan sendiri.
Dalam tubuh TNI transparansi ini dapat
dilakukan seperti transparan saat rekrutmen calon anggota baru dan transparan
dalam anggaran dan laporan keuangan baik dalam pembelian alutsista baru,
ataupun lainnya.
3. Pengertian
Akuntabel
Akuntabilitas merupakan kewajiban
individu-individu penguasa yang dipercaya mengelola sumber daya punlik untuk
mempertanggungjawabkan berbagai hal menyangkut fiscal, manajerial, dan program.
Sedangkan menurut Inpres No. 7 tahun
1999, akuntabilitas kinerja adalah perujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/ kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
Biasanya setiap lembaga harus
membuat laporan akuntabilitas kinerja tahunan sebagai bentuk pertanggungjawaban
kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsinya. Amanat penyusunan laporan kinerja
telah ditetapkan dalam Instruksi Presiden No 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas
kerja instansi pemerintahan ini mewajibkan bagi setiap instansi pemerintah
untuk menyusun dokumen perencanaan strategis berupa rencana strategis, rencana
kinerja tahunan, penetapan kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja. Laporan
kinerja ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik sesuai dengan tuntutan
reformasi birokrasi. Laporan akuntabilitas kerja juga bermanfaat sebagai alat
utama dalam rangka pemantauan, penilaian, evaluasi, dan pengendalian atas
kualitas kinerja sekaligus menjadi pendorong perbaikan kinerja dalam rangka
terciptanya tata kelola kepemerintahan yang baik.
4.
Upaya Meningkatkan Pelayanan Bebas Korupsi, Transparan, dan Akuntabel
Adapun beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan bebas korupsi, transparan dan
akuntabel adalah sebagai berikut:
a.
Pemberantasan
korupsi pada kehidupan bermasyarakat.
Untuk memberantas korupsi pada
kehidupan bermasyarakat maka masyarakat harus memiliki sikap mental
kedisiplinan dan taat pada aturan. Jika masyarakat Indonesia menerapkan kedua
sifat diatas maka penyebab korupsi yang terkait kesempatan, akan tertutup
dengan sendirinya karena pelanggaran yang menjadi celah/ kesempatan bagi aparat
khususnya penegak hukum untuk menawarkan patgulipat akan bias dieliminasi bahkan
jikapun ada melakukan pelanggaran maka warga akan memilih untuk emngikuti
prosedur hukum yang ada.
b.
Pemberantasan
korupsi melalui perbaikan penegakan hukum
Pada zaman
reformasi berikut ini adalah institusi pemberantas korupsi di Indonesia yang
tentunya bergerak dibawah dasar hukum berdasarkan UU 31 tahun 1999 dan UU 20
tahun 2001, yaitu
a) Tim Tastipikor (Tindak Pidana
Korupsi)
b) Komisi Pemberantasan Korupsi
c) Kepolisian
d) Kejaksaan
e) BPKP
f)
Lembaga
non-pemerintah: Media massa Organisasi massa (misalnya: ICW).
c.
Pemberantasan
korupsi melalui perbaikan pelayanan publik
Berdasarkan Undang Undang nomor 25 tahun 2009 mengenai pelayanan publik,
pelayanan public didefinisikan sebagai
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan Sedangkan Lewis dan
Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan
publik adalah kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat
melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan
dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat
dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika
pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk
mewujudkan pemerintah yang baik
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan publik yang prima
dan memenuhi asas asas tersebut diatas pemerintah telah melakukan upaya upaya reformasi
birokrasi yang berlandaskan pada kerangka good
governance. Reformasi birokrasi ini dilakukan dengan cara penerapan perbaikan integral pelayanan publik meliputi
perbaikan orang, struktur, dan prosesnya. Berdasarkan Road Map Reformasi
Birokrasi yang ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi area yang akan dilakukan perubahan terkait dengan penerapan
reformasi birokrasi dan hasil yang diharapkan adalah:
a) Organisasi. Organisasi yang tepat fungsi dan
tepat ukuran
b) Tatalaksana. Sistem, proses dan
prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip
good governance
c) Peraturan Perundang-undangan.
Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif.
d) Sumber Daya Manusia Aparatur SDM
aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja
tinggi dan sejahtera
e) Pengawasan. Meningkatnya
penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN
f) Akuntabilitas Meningkatnya kapasitas
dan kapabilitas kinerja birokrasi
g) Pelayanan publik Pelayanan prima
sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat
h) Mindset dan cultural Set Aparatur
Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi
Dari area area perubahan yang disasar dan hasil yang
diharapkan, reformasi birokrasi ini idealnya mampu untuk menjawab segala
tuntutan terkait asas asas yang diembankan dalam Undang Undang Pelayanan Publik
dan terlebih lagi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.
C. PEMBAHASAN
Tentara
Negara Indonesia (TNI) adalah sebagai
fungsi pertahanan negara (National
Defence) yang mencangkup. komponen TNI terdiri dari prajurit TNI AD, prajurit TNI AL, dan
prajurit TNI AU (Pasal 2
ayat 2). Adapun tugas TNI adalah sebagai
alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan NKRI. Dalam menajalankan
tugasnya tentunya TNI memerlukan alutsista yang mendukung dan pada zaman
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono negara Indonesia sedang genjar
memperbaharui alutsista yang dimiliki oleh TNI guna menjaga stabilitas NKRI. Tahun
ini, Kementrian pertahanan mendapatkan alokasi anggaran Rp 16 triliun lebih
untuk pengadaan alutsista. Dana yang besar itu tentunya rawan untuk
diselewengkan. Panglima TNI Moeldoko sudah berjanji akan melibatkan KPK dalam
semua proyek pengadaan alutsista. Namun, alangkah lebih baik jika TNI
benar-benar menggunakan dana tersebut sesuai dengan yang dianggarkan, agar TNI
tetap menjadi lembaga yang bersih.
Selain
itu celah korupsi pada tubuh TNI tidak hanya pada pengadaan alutsista saja
melainkan pada pendaftaran calon anggota baru. Hal ini juga rentan akan adanya
KKN. Merekrut anggota dengan cara yang bersih akan menghasilkan anggota-anggota
baru yang bersih pula, yang nantinya akan bekerja dengan segenap jiwa dan raga
hingga tetesan darah terakhir untuk membela kedaulatan NKRI.
Menghapuskan
korupsi di Indonesia memang susah, namun untuk memperbaikinya masih belum
terlambat, begitupun pada tubuh TNI. Kemanunggalan TNI dan rakyat adalah kunci
kekuatan pertahanan bangsa ini, sehingga ketika rakyat menjadikan korupsi
sebagai musuh terbesarnya, maka sebagai “mitra” sejatinya sudah selayaknya TNI
bersama rakyat bahu membahu memberantasnya. Menjadikan TNI sebagai lembaga yang
bersih dari korupsi, transparan dan akuntabel dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Pada kesempatan korupsi skala kecil, misalnya
saat ada kegiatan bulanan hendaknya menuliskan rencana dan laporan kegiatan
beserta anggarannya sesuai dengan yang terjadi, dan dipaparkan pada pihak yang
berwajib dan anggota secara transparan dan akuntabel.
b) Pada kesempatan korupsi skala besar, misalnya
melibatkan proyek rekanan-rekanan kerja yang biasanya merupakan pemasok
perlengkapan atau alutsista militer yang berbiaya milyaran rupiah hingga
triliunan rupiah. Hendaknya menjadi
lebih cerdas dalam memilih alutsista yang baik namun tetap dengan harga murah.
Menetapkan ketentuan kerjasama yang baik, dan tegas, sehingga tidak
dikendalikan oleh rekanan dan membuat laporan pertanggung jawaban keuangan
secara riil, transparan, dan akuntabel.
c) Pada kesempatan rekrutmen calon anggota baru,
promosi jabatan, dan kenaikan karir hendaknya memang dilakukan secara
transparan dan bersih baik dari awal proses hingga akhir, sehingga benar-benar
mendapatkan anggota (putra-putri) yang baik, cerdas, dan memang benar-benar
pantas menduduki posisinya.
d) Memberikan kehidupan atau kesejahteraan yang
setimpal bagi anggota TNI dan keluarganya dengan kinerja berat yang harus
mereka lakukan dalam menjaga kedaulatan NKRI. Apabila telah mendapatkan
kehidupan dan kesejahteraan yang cukup maka akan sedikit mengurangi adanya
korupsi.
e) Mengikutsertakan pihak-pihak lain yang terkait
untuk turut mengawasi aliran anggaran dana misalnya KPK agar pelaksanaan
anggaran di tubuh TNI transparan dan akuntabel.
f) Menjalankan agenda reformasi
birokrasi dengan arah yang lebih jelas dengan mengarah pada hal berikut :
-
Perampingan
structural dengan lebih memperkaya jabatan yang bersifat fungsional
-
Pembuatan
SOP harus disertai dengan indikator kecepatan dan kualitas
-
Melakukan
pengelolaan sumber daya manusia dengan mengedepankan kompetensi dan memiliki
standar kinerja yang jelas
-
Ditetapkan
dan diterapkannya standar pelayanan minimal bagi seluruh jenis pelayanan yang
dilakukan oleh Pemerintah
D. KESIMPULAN
DAN SARAN
Korupsi sudah merupakan masalah yang kronik yang terjadi di
bangsa Indonesia. Fenomena fenomena yang terjadi adalah budaya permisif yang
timbul di masyarakat dimana haus akan hadirnya Negara yang bebas dari korupsi
tetapi masih mempraktekkan perilaku perilaku koruptif, Penegakan hukum atas
tindak pidana korupsi juga masih jalan ditempat khususnya pada aparat kejaksaan
dan kepolisian, sektor pelayanan publik yang cenderung birokratis dan tidak
efisien, sektor swasta yang juga tak sungkan mempraktikan upaya upaya korupsi
demi keuntungan yang sebesar besarnya dan yang paling penting adalah sistem
pemilihan pemimpin di legislative dan eksekutif yang boros juga jadi penyebab
suburnya korupsi
Akar penyebab korupsi berasal dari greed (keserakahan),
opportunity (kesempatan), need (kebutuhan) dan Exposes (hukuman).
Tentara Negara
Indonesia (TNI) adalah sebagai
fungsi pertahanan negara (National
Defence) yang mencangkup. komponen TNI terdiri dari prajurit TNI AD, prajurit TNI AL, dan
prajurit TNI AU (Pasal 2
ayat 2). Adapun tugas TNI adalah sebagai
alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan NKRI. Dalam menjalankan
tugasnya tentu TNI tidak terlepas dari ancaman terjadinya ancaman korupsi. Oleh
karena itu menjadikan TNI sebagai lembaga yang bersih dari korupsi, transparan
dan akuntabel dapat dilakukan sebagai berikut:
g) Pada kesempatan korupsi skala kecil, misalnya saat ada
kegiatan bulanan hendaknya menuliskan rencana dan laporan kegiatan beserta
anggarannya sesuai dengan yang terjadi, dan dipaparkan pada pihak yang berwajib
dan anggota secara transparan dan akuntabel.
h) Pada kesempatan korupsi skala besar, misalnya melibatkan
proyek rekanan-rekanan kerja yang biasanya merupakan pemasok perlengkapan atau
alutsista militer yang berbiaya milyaran rupiah hingga triliunan rupiah.
Hendaknya menjadi lebih cerdas dalam
memilih alutsista yang baik namun tetap dengan harga murah. Menetapkan
ketentuan kerjasama yang baik, dan tegas, sehingga tidak dikendalikan oleh
rekanan dan membuat laporan pertanggung jawaban keuangan secara riil,
transparan, dan akuntabel.
i)
Pada kesempatan
rekrutmen calon anggota baru, promosi jabatan, dan kenaikan karir hendaknya
memang dilakukan secara transparan dan bersih baik dari awal proses hingga
akhir, sehingga benar-benar mendapatkan anggota (putra-putri) yang baik,
cerdas, dan memang benar-benar pantas menduduki posisinya.
j)
Memberikan kehidupan
atau kesejahteraan yang setimpal bagi anggota TNI dan keluarganya dengan
kinerja berat yang harus mereka lakukan dalam menjaga kedaulatan NKRI. Apabila
telah mendapatkan kehidupan dan kesejahteraan yang cukup maka akan sedikit
mengurangi adanya korupsi.
k) Mengikutsertakan pihak-pihak lain yang terkait untuk turut
mengawasi aliran anggaran dana misalnya KPK agar pelaksanaan anggaran di tubuh
TNI transparan dan akuntabel.
l)
Menjalankan
agenda reformasi birokrasi dengan arah yang lebih jelas dengan mengarah pada
hal berikut :
-
Perampingan
structural dengan lebih memperkaya jabatan yang bersifat fungsional
-
Pembuatan
SOP harus disertai dengan indikator kecepatan dan kualitas
- Melakukan
pengelolaan sumber daya manusia dengan mengedepankan kompetensi dan memiliki
standar kinerja yang jelas
- Ditetapkan
dan diterapkannya standar pelayanan minimal bagi seluruh jenis pelayanan yang
dilakukan oleh Pemerintah
DAFTAR PUSTAKA
Lasantu, Arief. ___. Langkah-langkah Pemberantasan Korupsi
di Indonesia. Jakarta : DIV Kurikulim Khusus BPKP, STAN.
Suyanto, Djoko. 2013. Akuntabilitas Kinerja. Jakarta: Kemenko
Polhukan RI.
Budi, Johan. 2013. KPK Tingkatkan Kerjasama dengan TNI. (online:
diakses pada 16 Februari 2014) (http://kpk.go.id/id/nukpk/id/berita/siaran-pers/169-kpk-tingkatkan-kerja-sama-dengan-tni).
Anonim. 2014. KPK Mulai
Sasar Kasus Korupsi di TNI. (online: diakses pada 16 Februari 2014) ( http://www.portalkbr.com/opini/editorial/3087266_4307.html).
*NB : essay di atas masih sangat kurang sekali sehingga butuh penyempurnaan melalui saran dan kritik yang membangun dari pembaca
No comments:
Post a Comment