Sunday 7 September 2014

Trichotillomania

Trichotillomania secara umum didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai dengan kegiatan mencabut rambut secara berulang, biasanya pada bagian kepala, alis, bulu mata, ketiak, dan rambut pubik yang menghasilkan kebotakan pada area tertentu (dalam Miltenberger, Rapp, and Long., 2006). Kebotakan dihasilkan oleh kegiatan mencabut rambut, dimana individu kemungkinan mengalami pengalaman distress atau stigmatisasi dan kemungkinan menghindari situasi sosial. Trichotillomania (dalam Franklin and Tolin, 2010) adalah gangguan impuls control kronis yang dikarakteristikkan dengan mencabut rambut orang itu sendiri, yang mengakibatkan kebotakan atau kehilangan rambut yang terlihat. Sejak pertama kali dideskripsikan oleh Hallopeau pada akhir abad 19th, peneliti tertarik untuk mengembangkan berbagai penelitian tentang trichotillomania mulai dari teori hingga intervensi medis dan perilaku. Berdasarkan literature psikiatri saat ini, trichotillomania dikategorisasikan sebagai gangguan impuls kontrol yang tidak dispesifikasikan.
Di dalam DSM-IV, trichotillomania diklasifikasikan didalam kategori umum Impuls Control Disorder Not Elsewhere Classified (APA, 1994). Kategori umum ini terdiri dari beberapa gangguan lain (e.q., gangguan intermittent explosive, patologi gambling/berjudi, pyromania, compulsive buying) yang dikarakteristikan oleh impulsif dan diasosiasikan dengan adanya ketegangan untuk melakukan perilaku tersebut. Berikut ini adalah tabel kriteria diagnostik untuk gangguan Pengendalian Impuls yang Tidak Dispesifikasikan.

Tabel 1. Kriteria Diagnostk untuk Impuls Control Disorder Not Elsewhere Classified
Kriteria Diagnostik
Kategori ini adalah untuk gangguan pengendalian impuls yang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan pengendalian impuls spesifik atau untuk gangguan mental lain yang memiliki ciri-ciri bergupa pengendalian impuls  yang dijelaskan di bagian lain manual (misalnya, ketergantungan zat, parafilia).
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Hak Cipta American Psychiatric Association, Washington, D.C.,1994.
                
               Sedangkan berdasarkan DSM-IV-TR, American Psychiatric Association 2000 (dalam Franklin and Tolin, 2010), diagnosis kriteria untuk trichotillomania meliputi:

Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Trichotillomania
Kriteria Diagnostik
A.      Menarik atau mencabut rambut secara berulang yang mengakibatkan kebotakan atau kehilangan rambut yang tampak.
B.      Meningkatnya perasaan tegang dengan segera sebelum mencabut rambut atau ketika berusaha untuk melawan perilaku tersebut.
C.      Adanya kenikmatan, kepuasan, atau perasaan lega ketika mencabut rambut.
D.      Gangguan tidak selalu dihitung dengan adanya gangguan mental lainnya dan tidak karena adanya kondisi medis umum (e.g., kondisi dermatologi)
E.      Gangguan menyebabkan distress yang signifikan secara klinis dan penurunan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.

Onset terjadinya trichotillomania menurut Christenson & Mansueto (1999) disebabkan oleh beberapa peristiwa stressful dalam masa kehidupan (dalam Miltenberger, et al.,2007) atau  perubahan menonjol dalam kondisi lingkungan seperti perubahan dalam kondisi kehidupan keluarga, dan beberapa karena tekanan akademik. Peristiwa yang menyebabkan stressful dalam masa kehidupan meliputi kematian anggota keluarga. Bagaimanapun onset trichotillomania diasosiasikan dengan keadaan sakit pada masa kecil, perubahan tempat tinggal, luka pada kulit kepala, dan memasuki kuliah (dalam Miltenberger, et al.,2007). Change et al (1991) (dalam Miltenberger, et al.,2007) mencatat bahwa banyak anak yang mengalami trichotillomania karena menghadapi masalah akademik, konflik orang tua-anak, dan perubahan lingkungan rumah.
Christenson dan Mansueto (dalam Miltenberger, et al.,2007) melaporkan bahwa perilaku mencabut rambut terjadi karena banyak afek negatif seperti kecemasan, marah, atau depresi. Demikian juga, Christenson, Ristvedt, dan Mackenzie (dalam Miltenberger, et al.,2007) menemukan bahwa individu dengan trichotillomania mendeskripsikan dua peristiwa yang menyebabkan terjadinya perilaku mencabut rambut, yaitu ketika mengalami afek negatif dan aktivitas yang berlainan. Afek negatif tersebut meliputi perasaan sedih, cemas, frustasi, dan ketegangan. Aktivitas berlainan meliputi mengerjakan PR, membaca dan saat bersiap untuk tidur di kamar (dalam Miltenberger, et al.,2007). Sedangkan untuk kemungkinan adanya faktor genetik atau biologis yang mempengaruhi, Cohen et al (dalam Miltenberger, et al.,2007) menemukan bahwa 3% pasien trichotillomania memberitakan bahwa ada anggota keluarga yang juga memiliki gangguan tersebut. Pada beberapa analisis sejarah keluarga, penelitian lain telah mengemukakan adanya pengaruh faktor biologis yang kemungkinan memberi kontribusi untuk melakukan perilaku mencabut rambut secara repetitif (dalam Miltenberger, et al.,2007).
Menurut Chrinson, Pyle, dan Mitchell (dalam Miltenberger, et al.,2007) yang telah melakukan survey terhadap 2524 mahasiswa perguruan tinggi, mereka menemukan bahwa 0,6% antara mahasiswa laki-laki dan perempuan memiliki kriteria yang ditemukan di kriteria DSM untuk trichotillomania pada beberapa point. Beberapa peneliti lain juga menemukan bahwa kriteria dengan mengikuti adanya dorongan untuk mencabut rambut dan mereduksi tegangan ditiadakan, maka pravelensi meningkat 3,4% untuk perempuan dan 1,5% untuk laki-laki. Pada beberapa studi lainnya, Rothbaum, Shaw, Morris, dan Ninan pada tahun 1993 (dalam Miltenberger, et al.,2007) yang mensurvey 490 mahasiswa perguruan tinggi dan menemukan bahwa 10% dari mahasiswa tersebut mencabut rambut mereka secara rutin. Hanya 2% yang mencabut rambut mereka dengan menyebabkan kebotakan dan hanya 2% yang melaporkan terjadinya distress karena mencabut rambut. Long, Miltenberger, and Rapp pada tahun 1998 (dalam Miltenberger, et al.,2007) melakukan survey pada 259 individu dengan ketidakmampuan dan menemukan bahwa 5% dari subjek tersebut memiliki gangguan trichotillomania yang mengakibatkan kebotakan. Dimoski dan Duricic pada tahun 1991 (dalam Miltenberger, et al.,2007) menemukan bahwa 3,1% dari 457 anak dan remaja dengan gangguan mental retarted memiliki trichotillomania. Jadi, secara umum terdapat variasi pada tiap-tiap studi, tetapi bagaimanapun juga estimasi survey menyarankan bahwa 1,5% laki-laki dan 3,4% perempuan mendukung signifikan secara klinis trichotillomania dengan 0,6% mendukung semua kriteria diagnostik trichotillomania (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). Sedangkan pravelensi non klinis perilaku mencabut rambut mencakup hingga 15,3% (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). 
Trichotillomania (dalam Franklin and Tolin, 2010) adalah gangguan impuls kontrol kronis yang dikarakteristikkan dengan mencabut rambut orang itu sendiri, yang mengakibatkan kebotakan atau kehilangan rambut yang terlihat. Penelitian sebelumnya telah meneliti bahwa trichotillomania memberikan dampak pada distress psikologis dan rendahnya self-esteem (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). Mendukung hal tersebut, pasien dengan trichotillomania biasanya melaporkan adanya emosi negative self-referencing, seperti perasaan bersalah dan malu sebagaimana frustasi karena tidak dapat mengontrol perilaku mencabut rambut. Selain itu trichotillomania juga memberikan dampak negatif terhadap fungsi sosial. Pasien trichotillomania melaporkan bahwa perilakunya dapat menyebabkan individu tersebut terisolasi secara sosial, dengan menjaga perilakunya secara sembunyi-sembunyi meski dari teman dekat maupun keluarga. Data lain juga menyebutkan bahwa hal ini memberikan dampak pada fungsi pekerjaan, seperti kehilangan hari kerja atau menurunkan tujuan pekerjaan (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). Selain itu perilaku ini juga memberikan dampak pada kesehatan fisik, seperti adanya kerusakan fisik terutama dalam kasus trichophagia (perilaku memakan rambut) yang dapat merusak system pencernaan (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005).


DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (4th edition). Washington, D.C.: Author.
Diefenbach, Gretchen J., Tolin David F., Hannan, Scott., Crocetto, Johanna., and Worhunsky, Patrick. (2003). Trichotillomania: impact on psychosocial functioning and quality of life. Journal of Behaviour Research and Therapy, 43 (2005), 869-884.
Franklin, Martin E and Tolin, David F. (2010). Treating Trichotilomania: Cognitive Behavioral Therapy for Hairpulling and Related Problems (Series in Anxiety and Related Disorders). New York: Springer.
Miltenberger, Raymond G., et al. (2006). Tic Disorder, Trichotillomania, and Other Repetitive Behavior Disorder: Behavioral Approaches to Analysis and Treatment. New York: Springer.
Duke, Danny C., Geffken, Gary R., Keeley, Mary L., and Storch, Eric A. (2010). Trichotillomania: A Current Review. Journal of Clinical Psychology Review, 30 (2010), 181-193.


__________________________________________________________________________________

NB: Oiya kebetulan temen-temen dalam beberapa waktu ke depan, InshaAllah saya akan melakukan penelitian tentang trichotillomania dimana saya mencoba memberikan intervensi kepada teman-teman yang "mungkin" mengalami trichotillomania. Buat teman-teman area Surabaya yukk.. mari bergabung.. tidak di pungut biaya kok, karena untuk syarat kelulusan dengan bimbingan ahli :) Buat yang ingin bergabung silahkan hubungi email rizky.dianita@ymail.com atau add fb Rizky Dianita Segarahayu yaa... atau yang ingin tanya-tanya juga boleh. ^_^ 

Senang sekali bisa saling membantu, senang juga berkenalan dengan kalian.
Salam,
Rizky Dianita Segarahayu 

Trichotillomania

Trichotillomania secara umum didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai dengan kegiatan mencabut rambut secara berulang, biasanya pada bagian kepala, alis, bulu mata, ketiak, dan rambut pubik yang menghasilkan kebotakan pada area tertentu (dalam Miltenberger, Rapp, and Long., 2006). Kebotakan dihasilkan oleh kegiatan mencabut rambut, dimana individu kemungkinan mengalami pengalaman distress atau stigmatisasi dan kemungkinan menghindari situasi sosial. Trichotillomania (dalam Franklin and Tolin, 2010) adalah gangguan impuls control kronis yang dikarakteristikkan dengan mencabut rambut orang itu sendiri, yang mengakibatkan kebotakan atau kehilangan rambut yang terlihat. Sejak pertama kali dideskripsikan oleh Hallopeau pada akhir abad 19th, peneliti tertarik untuk mengembangkan berbagai penelitian tentang trichotillomania mulai dari teori hingga intervensi medis dan perilaku. Berdasarkan literature psikiatri saat ini, trichotillomania dikategorisasikan sebagai gangguan impuls kontrol yang tidak dispesifikasikan.
Di dalam DSM-IV, trichotillomania diklasifikasikan didalam kategori umum Impuls Control Disorder Not Elsewhere Classified (APA, 1994). Kategori umum ini terdiri dari beberapa gangguan lain (e.q., gangguan intermittent explosive, patologi gambling/berjudi, pyromania, compulsive buying) yang dikarakteristikan oleh impulsif dan diasosiasikan dengan adanya ketegangan untuk melakukan perilaku tersebut. Berikut ini adalah tabel kriteria diagnostik untuk gangguan Pengendalian Impuls yang Tidak Dispesifikasikan.

Tabel 1. Kriteria Diagnostk untuk Impuls Control Disorder Not Elsewhere Classified
Kriteria Diagnostik
Kategori ini adalah untuk gangguan pengendalian impuls yang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan pengendalian impuls spesifik atau untuk gangguan mental lain yang memiliki ciri-ciri bergupa pengendalian impuls  yang dijelaskan di bagian lain manual (misalnya, ketergantungan zat, parafilia).
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Hak Cipta American Psychiatric Association, Washington, D.C.,1994.
                
               Sedangkan berdasarkan DSM-IV-TR, American Psychiatric Association 2000 (dalam Franklin and Tolin, 2010), diagnosis kriteria untuk trichotillomania meliputi:

Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Trichotillomania
Kriteria Diagnostik
A.      Menarik atau mencabut rambut secara berulang yang mengakibatkan kebotakan atau kehilangan rambut yang tampak.
B.      Meningkatnya perasaan tegang dengan segera sebelum mencabut rambut atau ketika berusaha untuk melawan perilaku tersebut.
C.      Adanya kenikmatan, kepuasan, atau perasaan lega ketika mencabut rambut.
D.      Gangguan tidak selalu dihitung dengan adanya gangguan mental lainnya dan tidak karena adanya kondisi medis umum (e.g., kondisi dermatologi)
E.      Gangguan menyebabkan distress yang signifikan secara klinis dan penurunan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.

Onset terjadinya trichotillomania menurut Christenson & Mansueto (1999) disebabkan oleh beberapa peristiwa stressful dalam masa kehidupan (dalam Miltenberger, et al.,2007) atau  perubahan menonjol dalam kondisi lingkungan seperti perubahan dalam kondisi kehidupan keluarga, dan beberapa karena tekanan akademik. Peristiwa yang menyebabkan stressful dalam masa kehidupan meliputi kematian anggota keluarga. Bagaimanapun onset trichotillomania diasosiasikan dengan keadaan sakit pada masa kecil, perubahan tempat tinggal, luka pada kulit kepala, dan memasuki kuliah (dalam Miltenberger, et al.,2007). Change et al (1991) (dalam Miltenberger, et al.,2007) mencatat bahwa banyak anak yang mengalami trichotillomania karena menghadapi masalah akademik, konflik orang tua-anak, dan perubahan lingkungan rumah.
Christenson dan Mansueto (dalam Miltenberger, et al.,2007) melaporkan bahwa perilaku mencabut rambut terjadi karena banyak afek negatif seperti kecemasan, marah, atau depresi. Demikian juga, Christenson, Ristvedt, dan Mackenzie (dalam Miltenberger, et al.,2007) menemukan bahwa individu dengan trichotillomania mendeskripsikan dua peristiwa yang menyebabkan terjadinya perilaku mencabut rambut, yaitu ketika mengalami afek negatif dan aktivitas yang berlainan. Afek negatif tersebut meliputi perasaan sedih, cemas, frustasi, dan ketegangan. Aktivitas berlainan meliputi mengerjakan PR, membaca dan saat bersiap untuk tidur di kamar (dalam Miltenberger, et al.,2007). Sedangkan untuk kemungkinan adanya faktor genetik atau biologis yang mempengaruhi, Cohen et al (dalam Miltenberger, et al.,2007) menemukan bahwa 3% pasien trichotillomania memberitakan bahwa ada anggota keluarga yang juga memiliki gangguan tersebut. Pada beberapa analisis sejarah keluarga, penelitian lain telah mengemukakan adanya pengaruh faktor biologis yang kemungkinan memberi kontribusi untuk melakukan perilaku mencabut rambut secara repetitif (dalam Miltenberger, et al.,2007).
Menurut Chrinson, Pyle, dan Mitchell (dalam Miltenberger, et al.,2007) yang telah melakukan survey terhadap 2524 mahasiswa perguruan tinggi, mereka menemukan bahwa 0,6% antara mahasiswa laki-laki dan perempuan memiliki kriteria yang ditemukan di kriteria DSM untuk trichotillomania pada beberapa point. Beberapa peneliti lain juga menemukan bahwa kriteria dengan mengikuti adanya dorongan untuk mencabut rambut dan mereduksi tegangan ditiadakan, maka pravelensi meningkat 3,4% untuk perempuan dan 1,5% untuk laki-laki. Pada beberapa studi lainnya, Rothbaum, Shaw, Morris, dan Ninan pada tahun 1993 (dalam Miltenberger, et al.,2007) yang mensurvey 490 mahasiswa perguruan tinggi dan menemukan bahwa 10% dari mahasiswa tersebut mencabut rambut mereka secara rutin. Hanya 2% yang mencabut rambut mereka dengan menyebabkan kebotakan dan hanya 2% yang melaporkan terjadinya distress karena mencabut rambut. Long, Miltenberger, and Rapp pada tahun 1998 (dalam Miltenberger, et al.,2007) melakukan survey pada 259 individu dengan ketidakmampuan dan menemukan bahwa 5% dari subjek tersebut memiliki gangguan trichotillomania yang mengakibatkan kebotakan. Dimoski dan Duricic pada tahun 1991 (dalam Miltenberger, et al.,2007) menemukan bahwa 3,1% dari 457 anak dan remaja dengan gangguan mental retarted memiliki trichotillomania. Jadi, secara umum terdapat variasi pada tiap-tiap studi, tetapi bagaimanapun juga estimasi survey menyarankan bahwa 1,5% laki-laki dan 3,4% perempuan mendukung signifikan secara klinis trichotillomania dengan 0,6% mendukung semua kriteria diagnostik trichotillomania (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). Sedangkan pravelensi non klinis perilaku mencabut rambut mencakup hingga 15,3% (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). 
Trichotillomania (dalam Franklin and Tolin, 2010) adalah gangguan impuls kontrol kronis yang dikarakteristikkan dengan mencabut rambut orang itu sendiri, yang mengakibatkan kebotakan atau kehilangan rambut yang terlihat. Penelitian sebelumnya telah meneliti bahwa trichotillomania memberikan dampak pada distress psikologis dan rendahnya self-esteem (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). Mendukung hal tersebut, pasien dengan trichotillomania biasanya melaporkan adanya emosi negative self-referencing, seperti perasaan bersalah dan malu sebagaimana frustasi karena tidak dapat mengontrol perilaku mencabut rambut. Selain itu trichotillomania juga memberikan dampak negatif terhadap fungsi sosial. Pasien trichotillomania melaporkan bahwa perilakunya dapat menyebabkan individu tersebut terisolasi secara sosial, dengan menjaga perilakunya secara sembunyi-sembunyi meski dari teman dekat maupun keluarga. Data lain juga menyebutkan bahwa hal ini memberikan dampak pada fungsi pekerjaan, seperti kehilangan hari kerja atau menurunkan tujuan pekerjaan (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005). Selain itu perilaku ini juga memberikan dampak pada kesehatan fisik, seperti adanya kerusakan fisik terutama dalam kasus trichophagia (perilaku memakan rambut) yang dapat merusak system pencernaan (dalam Diefenbach, Tolin, Hannan, et al.,2005).


DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (4th edition). Washington, D.C.: Author.
Diefenbach, Gretchen J., Tolin David F., Hannan, Scott., Crocetto, Johanna., and Worhunsky, Patrick. (2003). Trichotillomania: impact on psychosocial functioning and quality of life. Journal of Behaviour Research and Therapy, 43 (2005), 869-884.
Franklin, Martin E and Tolin, David F. (2010). Treating Trichotilomania: Cognitive Behavioral Therapy for Hairpulling and Related Problems (Series in Anxiety and Related Disorders). New York: Springer.
Miltenberger, Raymond G., et al. (2006). Tic Disorder, Trichotillomania, and Other Repetitive Behavior Disorder: Behavioral Approaches to Analysis and Treatment. New York: Springer.
Duke, Danny C., Geffken, Gary R., Keeley, Mary L., and Storch, Eric A. (2010). Trichotillomania: A Current Review. Journal of Clinical Psychology Review, 30 (2010), 181-193.


__________________________________________________________________________________

NB: Oiya kebetulan temen-temen dalam beberapa waktu ke depan, InshaAllah saya akan melakukan penelitian tentang trichotillomania dimana saya mencoba memberikan intervensi kepada teman-teman yang "mungkin" mengalami trichotillomania. Buat teman-teman area Surabaya yukk.. mari bergabung.. tidak di pungut biaya kok, karena untuk syarat kelulusan dengan bimbingan ahli :) Buat yang ingin bergabung silahkan hubungi email rizky.dianitas@gmail.com atau add fb Rizky Dianita Segarahayu  atau Dianita Segara yaa... atau yang ingin tanya-tanya juga boleh. ^_^ 

Senang sekali bisa saling membantu, senang juga berkenalan dengan kalian.
Salam,
Rizky Dianita Segarahayu